Disebut sebagai kejahatan ekonomi terbesar, Hardjuno menegaskan penipuan BLBI tetap harus menjadi fokus pemerintah.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Revitalisasi Masyarakat Sejahtera (HMS) Center Hardjuno Vivoho menyatakan obligasi rekapitalisasi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) telah merampas hak hidup dan masa depan masyarakat Indonesia.
Betapa tidak, biaya bunga utang pemerintah mencapai Rp 700 triliun setiap tahunnya dan jumlah tersebut terus meningkat.
Keadaan ini menimbulkan beban besar yang harus ditanggung masyarakat.
Hardjuno kembali mengingatkan, skandal BLBI dan obligasi ringkasan BLBI bukan hanya masalah ekonomi, tapi juga masalah keadilan dan penegakan hukum.
Menurutnya, seringkali pengelolaan BLBI hanya sekedar janji politik tanpa ada lip service atau tindakan nyata.
Namun yang terpenting adalah mengambil langkah konkrit untuk mengadili pelakunya dan memastikan uang negara bisa diperoleh kembali.
Diakuinya, pemerintah telah mengambil beberapa langkah untuk mengatasi penipuan tersebut sejak terungkap.
Salah satu perkembangan terkini adalah pembentukan gugus tugas penanganan klaim negara atas dana BLBI.
Satgas berhasil mengamankan aset senilai Rp111,2 miliar, termasuk beberapa properti di Jakarta Selatan.
“Namun langkah Satgas BLBI masih belum cukup karena asetnya tidak terbungkus, artinya nilainya hanya sebesar nilai klaim. Dan lagi-lagi hanya BLBI saja, masih masalah penagihan obligasi dari BLBI.” Bunga atas kerusakan obligasi koleksi. akibat pembayaran tersebut harus segera dilakukan moratorium,” kata Hardjuno, Jumat (7/5/2024).
Dr (Cand), mahasiswa Program Doktor Hukum dan Pembangunan Universitas Erlanga, menegaskan, dalam menghadapi tekanan perekonomian dan beban keuangan yang sangat berat tahun ini, perlu dilakukan penghentian pembayaran bunga dan penyitaan aset penghindar BLBI. . berjalan beriringan
“Pemerintah harus berani menghentikan pembayaran bunga penagihan yang terus menambah beban keuangan negara dan mendukung penuh gugus tugas BLBI untuk menyelesaikan pemulihan kredit negara dari penerima obligasi BLBI,” kata Hardjuno.
Dengan mengurangi biaya bunga obligasi pendapatan, pemerintah dapat lebih fokus pada pemulihan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Moratorium ini juga dapat menjadi langkah awal untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara terkait kasus BLBI.
Selain itu, peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga dinilai sangat penting. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangani beberapa kasus terkait BLBI, termasuk mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin A. Tumengang Peniruan Identitas yang diduga menyalahgunakan kewenangannya dalam penerbitan surat keterangan kuasa (SKL). ). Di Sjamsul Nursalim, salah satu Wajib BLBI.
Namun upaya penegakan hukum seringkali terhambat oleh berbagai faktor, termasuk lemahnya kemauan politik dan tindakan politik para pemimpin negara.
Untuk menyelesaikan kasus penipuan BLBI secara tuntas, pemerintah harus menunjukkan komitmen tegas dan mengambil tindakan tegas.
Hal ini termasuk mengevaluasi kebijakan pemerintah di masa lalu yang menguntungkan penerima BLBI, menerbitkan laporan kemajuan pemulihan utang dan membawa pelaku kejahatan yang tidak kooperatif ke pengadilan.
Menurut Hardjuno, permasalahan BLBI bukan hanya pada aspek finansial saja, namun juga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sistem hukum.
Oleh karena itu, diperlukan tata kelola yang serius dan transparan untuk menjamin keadilan bagi masyarakat Indonesia dan pemulihan ekonomi negara yang berkelanjutan.
“Penipuan BLBI merupakan kejahatan ekonomi terbesar dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Meski sudah hampir 26 tahun berlalu sejak tahun 1998, kasus ini masih belum terselesaikan,” ujarnya.
Terpisah, Guru Besar Hukum Universitas Erlanga Surabaya Suparto Vijoyo mengatakan, korupsi yang dilakukan BLBI dan pembayaran bunga obligasi rekapitulasi BLBI merugikan masyarakat karena merampas hak hidup dan masa depan dengan bunga yang sangat tinggi.
“Masyarakat dikejutkan dengan korupsi yang sebagian besar mempunyai jabatan terhormat dan rata-rata berpendidikan tinggi. Kemarahan warga terhadap pencurian uang negara dipicu oleh kemarahan,” kata Suparto.
Menurut dia, korupsi di segala lini sangat mengancam ketahanan negara.
Masyarakat harus terpanggil untuk memberantas korupsi yang semakin banyak.
Kalangan akademisi yang berwawasan antikorupsi dan berbagai pihak dapat mengelola antusiasme masyarakat untuk memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaan Agung.
“Akal sehat menyatakan bahwa tindak pidana korupsi tidak boleh dilindungi, kasus korupsi seperti BLBI tidak boleh dibiarkan berkembang tanpa adanya penuntutan,” tutupnya.