TRIBUNNEWS.COM – Pengacara Jessica Komala Wongso, Otto Hasiboon menyebut hakim salah dalam kasus kopi sianida.
Hal inilah yang menjadi salah satu alasan Jessica pun mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, terkait kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin.
Kesalahan hakim, menurut Otto, didasarkan pada tidak dilakukannya autopsi terhadap korban Mirna Salihin.
Menurutnya, ini satu-satunya kasus pembunuhan yang tidak dilakukan autopsi terhadap korbannya.
Otto membandingkannya dengan kasus lain yang juga pernah dilihat masyarakat.
Termasuk kasus pembunuhan pertama Nofriansia Josua Hotabart atau Brigadir J yang menangkap Freddy Sambo.
Setelah itu, kasus Wina kembali mencuat di Sirbon, Jawa Barat, hingga PK membebaskan para tahanan.
“Semua kasus pembunuhan di negara bagian ini harus dianalisis, dalam kasus Sambo Brigadir J juga dianalisis.”
“Dalam kasus Wina pada tahun 2016, otopsi lain telah dilakukan, dan lebih banyak otopsi yang dilakukan.”
“Pertanyaan saya, kenapa hanya Jessica saja yang dihukum tanpa autopsi? Tidak adil? Kenapa?” jelas Otto dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Kamis (10/10/2024). Otto mengatakan kasus penyakit parah memerlukan otopsi.
Terlebih lagi, kematian menunjuk pada pembunuhan.
“Tanpa otopsi tidak ada perkara. Tidak ada perkara, karena otopsi dijadikan alat bukti di pengadilan,” ujarnya.
Otto pun mengajukan banding ke Mahkamah Agung (MA) untuk mengambil keputusan.
Apakah otopsi harus akurat dan tanpa otopsi dapat disimpulkan bahwa korban meninggal karena keracunan sianida?
Dalam kasus kopi sianida yang dikonsumsi Jessica Wongsu, hal tersebut bukan merupakan tanggung jawab juri.
“Kami akan meminta Mahkamah Agung untuk memutuskan.”
“Kalau grand jury menyatakan tidak apa-apa untuk tidak dilakukan otopsi, bisa dikatakan dia meninggal karena keracunan, itu keputusan juri.”
“Kalau perlu autopsi, biarkan Jessica pergi karena yang bersangkutan belum tertular,” jelasnya. Rekaman TV sirkuit tertutup di tangan ayah Myrna
Saat PK ini diterbitkan, Otto mengatakan timnya telah menyiapkan beberapa dokumen atau bukti baru.
Salah satunya terkait rekaman CCTV di lokasi kejadian, yakni Cafe Olivier.
Otto menjelaskan, Jessica divonis bersalah tanpa ada satu pun saksi yang melihatnya memasukkan sianida ke dalam cangkir Mirena.
Namun, pengadilan memvonis Jessica atas rekaman CCTV.
Otto mengatakan awalnya timnya keberatan dengan rekaman CCTV di persidangan karena tidak dijelaskan secara jelas asal usulnya.
“Kami sama sekali menolak memutar CCTV ini karena kami tidak dapat menemukan bukti sumber pengambilan CCTV tersebut.”
“Tidak ada dokumen atau bukti yang menunjukkan bahwa foto tersebut diambil secara ilegal.”
“Tidak direkam penyidik, tidak direkam polisi, tapi tiba-tiba ada CCTV yang keluar,” kata Otto.
Namun dalam wawancara eksklusif dengan jurnalis senior Karni Ilyas, ayah Mirna, Edi Darmawan Selikhin, dengan tegas mengaku memiliki rekaman CCTV di kafe Olivier. Mantan terpidana kasus pembunuhan pertama Wayan Myrna Salihin, Jessica Wongso dan pengacaranya mengajukan peninjauan kembali pada Rabu (9/10/2024) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. (YouTube Kompas TV)
Dalam wawancaranya, ayah Myrna mengatakan rekaman CCTV tidak ditampilkan di persidangan.
“Dia (Eddie Darmawan Salihin) mengambil CCTV ini, katanya, ini CCTV Olivier yang tidak diperlihatkan di persidangan dan masih bersamanya,” kata Otto.
Dan, lanjut Ototo, rekaman CCTV yang ditampilkan di persidangan tidak lengkap karena ada bagian yang hilang.
Jika rekaman CCTV dalam persidangan hilang, maka informasi sejarah juga akan hilang.
“Iya, salah satunya diambil oleh Dharmawan Salihin.”
“Kalau ada yang salah diambil berarti potensi lain juga ikut terambil, jadi ada yang nyambung, ada yang nyambung,” ujarnya.
Otto mengatakan, CCTV yang diduga milik Eddy diperolehnya setelah ia berbicara dengan stasiun TV yang melakukan wawancara.
Timnya juga menganalisis gambar tersebut.
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana)