Dilansir Rizki Sandi Saputra dari Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tim kuasa hukum mantan pengurus Partai Bulan Bintang (PBB) mendatangi Kantor Direktorat Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen AHU), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pasukan Penyelamat Bintang Bulan. Benar sekali, Selasa (25/6/2024).
Lutfi Yazid, Ketua Kelompok Penyelamat Bintang Bulan, mengatakan kunjungan partainya untuk menuntut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia Jasonna H Laoli mencabut Surat Keputusan (SK) PBB tentang struktur DPP. Ketua Umum Pejabat PBB Fahri Bahmid.
Kekuatan administratif keputusan Nomor M.XX-04.AH.11.02 tanggal 12 Juni 2024 telah dicabut.
Lutfi mengatakan kepada tim media Direktorat Jenderal AHU Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada Selasa: “Pertama, melaporkan keberatan administratif terhadap keputusan yang dikeluarkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.”
“Iya, kami minta SK Menkumham itu dicabut, dan prosedurnya harus kami lalui dulu dengan banding administratif.”
Hal itu batal, kata Lutfi, karena kliennya, PBB, mendalilkan pembentukan dan penunjukan struktur pemerintahan baru oleh DPP tidak berdasarkan prinsip keadilan.
Pasalnya, banyak pemimpin PBB, termasuk Wakil Presiden PBB Fuad Zakaria dan Sekretaris Jenderal PBB Afriansya Nur yang berada pada pemerintahan sebelumnya, tidak hadir.
Lebih lanjut, mantan Ketua DPP PBB Yusril Ihza Mahendra dinilai menjadi salah satu pihak yang terlibat dalam perbuatan tidak adil tersebut.
Karena permohonan yang diajukan Pak Yusril penuh kebohongan, maka Pak Yusril penuh manipulasi terkait permohonan yang diajukannya kepada menteri.
Ia berharap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna bisa membatalkan keputusan yang dikeluarkan terhadap pengurus DPP PBB.
Jika keputusan ini tidak diambil, pihak menyatakan akan mengajukan banding atas keputusan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (SCA).
“Kami berharap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia membatalkannya, jika tidak, kami akan mengajukan pengaduan ke PTUN,” ujarnya.
Tak hanya resolusi itu, Lutfi dalam permohonannya meminta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI mencabut keputusan tertanggal 12 Juni 2024 untuk menyetujui perubahan Piagam Nomor: M.HH-02.AH.11.03. Peraturan PBB. .
Dalam kesempatan tersebut, Lutfi Yazid diterima oleh mantan Wakil Presiden PBB Fuad Zakaria dan beberapa tim kuasa hukum lainnya.
Sebelumnya, Partai Bulan Bintang (PBB) sempat mengisyaratkan sejumlah mantan pimpinan atau petinggi DPP akan mengajukan upaya hukum terhadap surat keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumhem) soal penetapan struktur baru DPP. PBB. administrasi. .
Pernyataan tersebut dilontarkan Mantan Sekjen PBB Afriansya Noor yang menilai penunjukan Sekjen PBB Fakhri Bahmid menggantikan Yusril Ihza Mahendra tidak adil bagi dirinya dan para pemimpin PBB lainnya.
Afriansyah mengatakan dalam konferensi pers yang digelar di kantor DPP PBB Jakarta, “Bagaimana kita bisa mengajukan kasus untuk melawan kebrutalan ini, tidak sesuai dengan keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. aturan.” Rabu (19.06.2024).
Kasus tersebut dinilai signifikan, kata Afriansya, karena bukan hanya dia saja yang diusir dari gedung administrasi Partai Bintang Khaiva.
Ada beberapa pemimpin lainnya seperti dua wakil presiden PBB, Fouad Zakaria dan Dvianto Aninas, serta beberapa pimpinan DPP PBB.
Makanya saya kira hanya saya yang dipecat dan tiba-tiba banyak orang yang dipecat, pengikut saya pendukung Sekjen kita terbunuh, ujarnya.
Namun Afriansya dengan tegas menyatakan tak akan ikut serta dalam kasus tersebut.
Ia hanya mendukung mantan pimpinan DPP PBB yang melawan dugaan rencana jahat tersebut.
“Teman-teman yang lain boleh maju, saya tidak ikut campur, saya ingin bagus, kita ambil saja, kita bisa mengabdi dimanapun kita berada.”
Pasal yang dimaksud adalah Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dinilai Afriansya Nur tidak sesuai dengan ketentuan tersebut.
Oleh karena itu, keputusan yang dikeluarkan atau usulan keputusan tersebut, saya kira, keputusan yang ditandatangani oleh Presiden Yusril yang mengundurkan diri pada tanggal 25 Mei dan ditandatangani oleh Wakil Sekjen, sah atau tidak, ”ujarnya.
Afriansya melanjutkan, “Kedua, ada surat dari Plt Sekjen yang menyatakan belum sah. Ini bahkan lebih tidak adil.”