Reporter TribuneNews.com Ashri Fadilla melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) diawali dengan penuntutan atau menghadirkan saksi-saksi yang meringankan terdakwa.
Kali ini, Senin (10/6/2024) giliran terdakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan), Shahrul Yasin Limpo (SYL) yang bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. . (tip inti).
SYL menghadirkan dua orang saksi termasuk wakilnya Abdul Malik Faizal sebagai staf ahli Gubernur Sulawesi Selatan atas nama pemerintah di bidang legislatif.
Diketahui, SYL pernah menjadi Gubernur provinsi yang beribukota Makassar itu.
Dalam persidangan tersebut, Fauji selaku Wakil Presiden membeberkan tindakan SYL yang menurutnya merupakan dispensasi terhadap proyek tersebut.
“Pak Shahrul tidak main-main proyek, tidak ada teman yang marah-marah jika persoalan proyek sampai ke provinsi,” kata Fauzi sambil duduk di kursi saksi.
Bahkan, menurut Fauji, SYL pernah dimarahi kakaknya karena tidak memberinya proyek.
Identitas proyek yang diminta SYL Bhai tidak diungkapkan secara jelas.
Namun Fauji mengungkapkan, kakak SYL merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sampai-sampai kakaknya yang waktu itu jadi anggota DPR marah-marah. Katanya, ‘Kenapa saya ditolak proyek di Goa? Saya pengusaha padahal saya anggota DPR,” kata Fauzi.
Selain proyek, menurut Fauji, SYL kerap menghindar dari pembicaraan soal uang saat menjabat Gubernur Sulsel.
Mantan letnan ini juga mengatakan, selama menjabat gubernur, SYL lebih banyak menghabiskan 80 persen waktunya di lapangan dibandingkan di kantor.
“Pak Shahrul, kalau saya lihat, 80 persen bekerja di lapangan, hanya 20 persen di kantor. Beliau mengunjungi setiap kecamatan dan tidak pernah bicara soal uang,” kata Fauzi.
Sebagai informasi, SYL diduga menerima ucapan terima kasih sebesar Rp44,5 miliar dalam kasus ini.
Jumlah tersebut diterima SYL selama periode 2020 hingga 2023.
Jaksa KPK Masmudi mengatakan dalam sidang perkara, Rabu, “Total uang yang diterima terdakwa selama menjabat Menteri Pertanian RI dengan menggunakan paksaan sebagaimana dijelaskan di atas” 2). /2024) pada Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
SYL mendapat pendanaan dengan menunjuk pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.
Menurut jaksa, dalam perbuatannya, SYL tidak sendirian, melainkan dibantu oleh Muhammad Hatta, mantan Direktur Mesin dan Peralatan Kementerian Pertanian, dan Kasdi Subagino, mantan Sekjen Kementerian Pertanian. yang juga menjadi terdakwa.
Apalagi, uang yang dikumpulkan Qasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Berdasarkan pungutannya, belanja terbesar dari dana tersebut digunakan untuk upacara keagamaan, kegiatan kementerian, dan belanja lain-lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, yang nilainya mencapai Rp16,6 miliar.
“Uang tersebut kemudian digunakan sesuai perintah dan petunjuk terdakwa,” kata jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa pada dakwaan pertama dijerat dengan: Pasal 12 huruf e UU Tipikor juncto Pasal 18 KUHP Pasal 55 ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) dari KUHP.
Dakwaan kedua: Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 18 huruf f UU Pencegahan Tipikor.
Dakwaan ketiga: Pasal 12B dibaca dengan Pasal 18 UU Tipikor dibaca dengan Pasal 55(1) KUHP dibaca dengan Pasal 64(1) KUHP.