Reporter TribuneNews24.com, Reza Deni melaporkan
TribuneNews.com, Jakarta – Dalam sidang kasus dugaan korupsi Pengelolaan Timah berikutnya, beberapa saksi kembali didakwa.
Diantaranya adalah warga Keposang Tobowali, Kabupaten Banka Selatan, Suatno alias Asui yang berprofesi sebagai pengumpul pasir timah hasil pertambangan rakyat. Asui bersaksi bersama pekerjanya bernama Husni.
Turut hadir sebagai saksi Candra Jaya, Direktur CV Yusuf, dan Marjoshin, Direktur CV Semer Jaya Parkasa.
Momen kesaksian di hadapan hakim dalam persidangan dijadikan kesempatan bagi para saksi untuk menjelaskan betapa situasi yang terjadi saat ini telah merugikan penghidupan mereka dan perekonomian Bangka Belitung secara keseluruhan.
Husni, seorang saksi mata, menceritakan bagaimana penambangan timah menjadi sumber pendapatan dan penghidupan warga sekitar. Bahkan, karena saat itu belum dieksploitasi oleh PT Timah, para penambang rakyat terpaksa menjual pasir timahnya di pedagang eceran pinggir jalan.
“Hampir semua orang di sana menjual pasir timah di pinggir jalan dengan harga 120-130 ribu/kg, sama seperti menjual bensin eceran,” kata Husni dalam kesaksiannya yang dikutip Jumat (13/9/2024).
Fenomena tersebut kemudian ditangkap oleh manajemen PT Timah yang membentuk badan hukum berstatus CV untuk membentuk pola kemitraan dengan para penambang rakyat dan pemilik tanah yang berada di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah.
Tujuannya untuk menciptakan ekosistem yang lebih terorganisir sehingga timah rakyat yang ada di wilayah IUP PT Timah tidak diperdagangkan secara ilegal. Sebaliknya, pemilik tanah yang berada di wilayah IUP PT Timah tetap mempunyai hak ekonomi atas tanah yang dimilikinya.
Saksi Suatno alias Asui dalam keterangannya menjelaskan, ia bekerja sebagai pengepul dalam proses pembelian pasir timah dari penambang rakyat.
“Batas terendah timah Sn (bahan timah) yang saya temukan adalah Sn 68, dan sebagai pengepul saya hanya menerima produk tambang timah dalam bentuk basah dari masyarakat pertambangan, sehingga tetap perlu dilakukan proses pengeringan (pembakaran). , yang biayanya Rs.
Ia mengaku menyaksikan langsung betapa banyak masyarakat yang menggantungkan perekonomiannya pada pertambangan timah.
“Sekarang akibatnya perekonomian Banka Belitung hancur, harga timah juga hancur. Kondisi bank saat ini di tahun 2024 banyak yang menganggur, pasar sepi sekali,” lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur CV Candra Jaya bernama Yusuf mengaku merupakan rekanan pertambangan PT Timah pada tahun 1996-2002 dan 2007-2008.
Yusuf menambahkan, praktik penambangan kelompok selain PT Timah terus berlanjut sejak masa kanak-kanak, kelahiran Yusuf pada tahun 1960.
Bahkan ayah dan kakeknya memberitahunya bahwa bijih timah sudah ditambang pada masanya.
Untuk menjalankan aktivitasnya, selain tanah yang dimilikinya, ia juga memperoleh sebidang tanah tanam di kawasan IUP PT Timah dengan modal sendiri.
“PT Tima harus mengosongkan lahan tanam tempat tambang CV Candra Jaya berada dan biayanya ditanggung sendiri oleh para saksi,” jelasnya.
Saksi lainnya bernama Marjoshin, Direktur CV Semer Jaya Perkasa menjelaskan, dari kerja sama jasa tersebut, rekanan PT Timah mendapat imbalan jasa yang dihitung dari tonase bijih timah yang dihasilkan dalam bentuk CV itu sendiri dan dikenakan pajak. Biaya Layanan.
“Pembayaran ke CV dari PT TImah dihitung berdasarkan biaya transportasi dan biaya pembelian timah dari penambang atau pengepul yang dilakukan CV,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Marzoshin juga menegaskan bahwa CV Semer Jaya Perkasa sama sekali tidak ada hubungannya dengan PT RBT.
“Seluruh modal yang diperlukan untuk penyelenggaraan jasa angkutan curah SHP berasal dari modal swasta,” jelasnya.
Sedangkan penempatan pengiriman bijih pasir timah dari CV Semer Jaya Perkasa ke gudang PT Timah PT Tinindo, PT Tirus Jaya Mandiri dan Smelters PT Artha Sipta Langeng sepenuhnya merupakan kebijaksanaan dan keputusan PT Timah dan sepenuhnya ada. Tidak ada campur tangan dari PT RBT.
Ia berharap kasus tersebut cepat selesai dan masyarakat dapat kembali beraktivitas dan memulihkan perekonomian setempat.