Laporan reporter Tribunnews.com Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ahli mengungkap pengalihan jalan tol layang Jakarta-Cikampek (Japek) II atau MBZ Overpass berada di angka 59.
Hal itu diungkapkan Josia Irwan Rastandi, Direktur PT Risen Engineering Consultants, saat menjadi saksi ahli dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024).
Josia dihadirkan tim penasihat hukum, mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono dan Staf Spesialis Jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting Tony Budianto Sihite.
Menurut Josia, nilai deviasi sebesar 59 lebih baik dari teori yaitu 65.
Lendutan umumnya merupakan garis vertikal antara titik terendah dan garis bidang yang menghubungkan ujung-ujung balok yang membengkok karena beban.
Pada Flyover MBZ, penyimpangan yang dimaksud adalah bentuk melengkung.
Duduk di kursi saksi, Josia berkata, “Menurut teori penasihat Yang Mulia, secara teori nilainya 65, tapi hasilnya 59, jadi lebih rendah.”
Setelah mendengarkan jawaban tersebut, juri menilai nilai penyimpangannya akan lebih kecil dibandingkan pada tahap perencanaan.
“Apakah itu berarti di bawah standar, Pak?” tanya ketua hakim Fahzal Hendri.
Namun Josia mengungkapkan, semakin kecil nilai simpangannya maka semakin baik karena bentuknya semakin kaku.
“Akan lebih baik lagi kalau lebih rendah Yang Mulia, karena seharusnya beliau turun 65, padahal beliau sudah 59,” kata Josia.
Hakim ingin bahasa teknis ini diterjemahkan ke dalam bahasa yang lebih sederhana dan dapat dimengerti oleh orang awam.
Josia juga menegaskan, nilai deviasi di bawah batas maksimum umumnya lebih baik karena lebih keras.
“Apa maksudmu dengan harga bagus ini?” tanya Hakim Fahzal.
“Oke, meski lebih kecil bukan berarti lebih keras,” jawab Josiah.
Sekadar informasi, tersangka kasus dugaan korupsi di Tol MBZ ada empat: Djoko Dwijono, mantan Dirjen PT Jasa Marga Jalan Layang Cikampek (JJC); Ketua Panitia Tender JJC Yudhi Mahyudin; Tony Budanto Sihite, spesialis jembatan di PT LAPI Ganeshatama Consulting; Seperti Sofiah Balfas, mantan direktur PT Bukaka Teknik Utama. Sejumlah saksi hadir pada Kamis (30/5/2024). (Tribunnews.com/Fahmi Ramazan)
Jaksa mendakwa para terdakwa melakukan perbuatan persekongkolan terkait pemberian KSO Waskita Acset dalam tender jasa konstruksi pembangunan tol layang Jakarta-Cikampek II STA.9+500 – STA.47+000.
Terdakwa Djoko Dwijono yang saat itu menjabat Direktur Utama PT Jasa Marga merujuk pemenang lelang pekerjaan Steel Box Beam ke perusahaan tertentu bernama PT Bukaka Teknik Utama.
“Djoko Dwijono mencantumkan kriteria struktur Jembatan Girder Komposit Bukaka dalam dokumen spesifikasi khusus, selanjutnya dokumen tersebut ditetapkan sebagai dokumen lelang pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated STA.9+500 – STA 47+. 000,” kata jaksa dalam dakwaannya.
Akibat perbuatan para terdakwa, jaksa mengumumkan kerugian negara mencapai Rp510.085.261.485,41 (lima ratus sepuluh miliar lebih).
Perbuatan para terdakwa juga dianggap menguntungkan KSO Waskita Acset dan KSO Bukaka-Krakatau Steel.
“Keuntungan KSO Waskita Acset sebesar Rp367.335.518.789,41 dan keuntungan KSO Bukaka Krakatau Steel sebesar Rp142.749.742.696,00,” kata jaksa.
Mereka selanjutnya dijerat pasal 2 ayat 1 dan pasal 3. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 55 (1) ayat 1e KUHP.