TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Partai Buruh Said Iqbal menjelaskan mengapa program perumahan rakyat (Tapera) tidak tepat diterapkan saat ini
Diketahui, besaran simpanan peserta Taper ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji pekerja. 0,5% ditanggung oleh pemberi kerja, dan 2,5% ditanggung oleh pekerja itu sendiri.
“Pertama, belum jelas apa yang terjadi dengan program Tapera, terutama adanya kepastian bahwa pekerja dan peserta Tapera akan otomatis mendapat rumah setelah mengikuti program Tapera. Jika dipaksakan, bisa merugikan pekerja dan peserta Tapera,” kata Iqbal dalam pernyataannya. keterangannya kepada Tribunnews, Rabu (29 Mei 2024).
Menurut dia, berdasarkan akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Taper tiga persen tidak akan cukup bagi pekerja untuk membeli rumah di usia pensiun atau saat dipecat.
Saat ini, jelasnya, rata-rata gaji pekerja Indonesia sebesar Rp3,5 juta per bulan. Jika dipotong 3% per bulan maka iurannya sekitar 105.000 per bulan atau Rp. 1.260.000 per tahun.
Karena Tapera merupakan tabungan sosial, Said Iqbal mengatakan, akan terkumpul Rp12.600.000 hingga 25.200.000 dalam 10 hingga 20 tahun ke depan.
“Pertanyaan besarnya apakah harga rumah 12,6 juta dalam 10 tahun ke depan atau 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan. “Kalaupun ditambah dengan keuntungan usaha dari tabungan sosial Tapera, para pekerja tidak akan bisa menggunakan uang yang terkumpul untuk rumahnya sendiri,” kata Said Iqbal.
“Jadi dengan iuran 3% yang ditujukan untuk memastikan pekerja memiliki rumah, maka mustahil pekerja dan peserta Taper bisa memiliki rumah. Jangan khawatir dengan beban pengambilan gaji pekerja setiap bulannya, baik di masa pensiun maupun saat dipecat, kita tidak akan bisa mempunyai rumah,” tutupnya.