Said Didu hingga Jimly Asshiddiqie Kecam Pembubaran Diskusi di Kemang: Jangan Tunduk Aksi Premanisme

TRIBUNNEWS.COM – Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie mengkritik Forum Wilayah (FTA) yang membubarkan Diskusi Orang Tak Dikenal (OTK) pada Sabtu (September). 28 Agustus 2024), Hotel Grand Kemang, Jakarta.

Said Didou mengkritik Gimli atas nama organisasi Front Demokratiku yang beranggotakan ratusan orang.

Selain Said Didu dan Gimli, organisasi tersebut juga beranggotakan tokoh nasional lainnya, seperti pakar konstitusi Bivitri Susanti, mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad I Dewa Gede Palguna, mantan Ketua Umum KPK; Dewan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.

Dalam pernyataannya, Front Demokrat mengutuk pembubaran dan pencopotan spanduk serta tindakan kekerasan lainnya selama diskusi.

“Preman tak dikenal rupanya masuk ke kamar hotel dan membubarkan pertemuan dengan paksa.”

Dalam pernyataan yang diterima Tribunnews.com dari pakar telematika dan anggota pro-sosial: “Teriakan, penjatuhan spanduk, dan pembongkaran ruangan menghancurkan diskusi bertema “Silaturahmi Tokoh dan Aktivis Nasional Diaspora” , Roy Suryo, Senin (30 September 2024).

Front Demokrat menyatakan penyesalannya atas laporan bahwa pasukan keamanan mengetahui operasi pembubaran tersebut.

Namun, ia tetap menduga aparat keamanan lalai membiarkan OTK melakukan aktivitas diskusi dan melakukan kekerasan, bahkan memaksanya dibubarkan.

Pasca kejadian ini, Front Demokrat juga mengajukan tiga tuntutan:

1. Dalam hal ini, aparat kepolisian mendesak Kapolri segera mengusut dan mengusut para pelaku, termasuk mereka yang memerintahkan atau bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut.

Tindakan membubarkan diskusi merupakan teror terhadap warga negara dan tidak boleh terjadi di negara yang menjunjung supremasi hukum dan supremasi demokrasi.

2. Kami mengecam keras sikap lalai aparat kepolisian yang mengganggu jalannya diskusi. Polisi harus siap mengambil tindakan untuk melindungi diskusi, karena warga negara mempunyai hak untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat.​

Petugas polisi yang membiarkan terjadinya perilaku koersif merupakan pelanggaran tugas dan harus dikenakan tindakan/sanksi kelalaian tugas. Untuk menegaskan bahwa tugas pokok kepolisian menurut undang-undang adalah menjaga keamanan dan ketertiban. Bukan sebaliknya!

3. Kita membutuhkan Negara untuk memenuhi tugas dan fungsinya. Kami juga mengimbau masyarakat untuk tidak terjerumus dalam aksi pembunuhan, teror, dan lain-lain.

Dimulainya acara pembubaran

Wakil Komisioner Polda Metro Jaya, Brigadir Djati Wiyoto Abadhy mengungkapkan, bubarnya diskusi tersebut bermula ketika tiba-tiba ada 30 orang yang masuk dan membubarkan acara.

Jati mengatakan, 30 orang ini awalnya hanya berorasi di depan hotel atas nama Forum Cinta Tanah Air.

“Mereka melakukan tindakan meminta pembubaran acara diskusi yang diadakan sekelompok orang yang mengatasnamakan diaspora dengan alasan tidak memiliki izin, unit yang terpecah, dan sebagainya,” ujarnya saat konferensi pers di Polda. Metro Jaya. , Jakarta Selatan, Minggu (29 September 2024).

Jati mengungkapkan, terjadi saling dorong antara massa dengan petugas Polsek Manbang Prapatan.

Kerumunan bersikeras memasuki gedung, katanya.

Akibatnya, kami sempat bentrok dengan petugas yang saat itu sedang melakukan aktivitas pengamanan, jelasnya.

Jati mengungkapkan, sudah terjadi negosiasi antara polisi dan penanggung jawab massa.

Namun di saat yang sama, sekitar 10-15 orang masuk ke hotel melalui pintu belakang.

“Tiba-tiba sekitar 10 hingga 15 orang masuk ke ruang diskusi dari belakang gedung hotel,” jelasnya.

“Saat itu anggota kami masih konsentrasi di depan hotel untuk pengamanan unras (demonstrasi), namun tiba-tiba sekitar 10 sampai 15 orang langsung menyerbu masuk ke dalam gedung,” lanjut Jati. Puluhan orang tak dikenal (OTK) yang mengenakan masker membubarkan diri dan mengganggu acara diskusi politik di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (28 September 2024). (spesial)

Meski begitu, Jati menegaskan pihak keamanan hotel telah bekerja keras untuk menghentikan massa yang mencoba masuk ke dalam hotel.

Namun upaya tersebut sia-sia karena jumlah petugas keamanan hotel dan massa yang mencoba mengutuk hotel kalah jumlah.

Dengan cara ini, masyarakat dapat ikut berdiskusi mengenai insiden tersebut dan berupaya meredakannya.

“Setelah kejadian itu, staf depan kami kemudian pergi ke gedung belakang sekitar 100 meter bolak-balik.”

“Saat itu kampanye massal pengrusakan, pengrusakan, dan pembubaran baru saja usai. Begini kronologis kejadiannya,” jelas Jati.

2 orang menjadi tersangka dan terancam hukuman 7 tahun penjara

Terpisah, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, pihaknya menangkap lima orang menyusul kejadian tersebut.

Ad Ali mengungkapkan, dari lima orang tersebut, dua orang ditetapkan sebagai tersangka.

Lima orang diamankan terkait peristiwa yang terjadi di Kemang kemarin. Dua di antaranya ditetapkan sebagai tersangka, ujarnya kepada Tribunnews.com, Minggu (29/9/2024).

Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra mengatakan, kedua tersangka terancam hukuman maksimal tujuh tahun penjara.

Hasil pendalaman tersebut, diduga ada dua orang yang melakukan tindak pidana di Kemang Grand Hotel, baik melalui aksi vandalisme maupun pelanggaran keamanan, kata Willa.

Akibat perbuatannya, tersangka terlibat aksi vandalisme dijerat Pasal 170 KUHP dan Pasal 406 KUHP.

Sementara itu, tersangka pelaku penganiayaan didakwa melanggar Pasal 170 KUHP dan Pasal 351 KUHP.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Fahmi Ramadhan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *