Saat JK Bela Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan di Kasus Korupsi LNG: Untung Rugi Bisnis Itu Biasa

Dilansir Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres) Jusuf Kalla (JK) membela mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan atas tuduhan korupsi LNG.

JK menjadi saksi dalam persidangan terdakwa Karen Agustiawan di persidangan korupsi Jakarta, Kamis (16/5/2024).

Dalam persidangan, JK mengangkat persoalan untung rugi sebagai praktik bisnis.

Oleh karena itu, dia yakin kekalahan yang dialami Pertamina tidak bisa membuat Karen bersalah.

“Kalau ada rencana bisnisnya, level bisnisnya, untung ruginya hanya dua, kalau semua perusahaan yang merugi harusnya dihukum, semua BUMN abal-abal harusnya dihukum, ini bahayanya. Perusahaan yang rugi harusnya dihukum, kata JK dalam gugatannya.

JK yang disambut media di luar pengadilan menegaskan, untung rugi adalah hal yang lumrah dalam dunia usaha.

“Biasa saja. Kalau semua untung, maka itu bukan bisnis,” kata JK.

Apalagi, jika pimpinan eksekutif perusahaan pelat merah ikut politik negara, menurut JK, tidak boleh didakwa melakukan tindak pidana apa pun.

Menurut JK, kerugian yang dialami Pertamina hanyalah rencana bisnis seperti yang didakwakan jaksa KPK.

“Iya, itu hanya rencana bisnis dan persoalannya adalah Covid. Kalau pemimpin atau direktur utama mengambil kebijakan, kalau kebijakan itu tidak menguntungkannya, itu bukan kejahatan, itu politik,” kata JK.

Untuk lebih jelasnya, dalam kasus ini, Jaksa KPK mendakwa Karen melakukan korupsi terkait proyek pasokan LNG Pertamina tahun 2011-2021.

Jaksa mendakwa tindakan Karen mengakibatkan kerugian sebesar $113,8 juta atau Rp.

Menurutnya, tindak pidana tersebut memperkaya Karen dan SVP Gas and Power PT Pertamina periode 2013-2014, Yenni Andayani, dan Direktur gas PT Pertamina Hari Karyuliarto periode 2012-2014 yakni Rp 1,09 miliar dan USD 104.016. Aksi ini juga memperkaya Corpus Christi Liquefaction (CCL) sebesar $113,83 juta.

Menurut jaksa, PT Pertamina membeli LNG untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri selama 2011-2021.

Namun Karen tidak meminta tanggapan tertulis dari Dewan Komisaris PT Pertamina dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Meski tanpa tanggapan dewan komisaris dan persetujuan RUPS, Yenni mewakili Pertamina dalam penandatanganan perjanjian jual beli LNG dengan Corpus Christu Liquefaction.

Setelah itu, Hari Karyuliarto menandatangani pembelian LNG tahap kedua yang tidak didukung dengan persetujuan direksi PT Pertamina dan tanggapan tertulis dari dewan komisaris serta persetujuan RUPS PT Pertamina.

Selain itu, pembelian tersebut dilakukan tanpa adanya kontrak pembeli LNG.

Dalam kasus ini, pelanggaran terhadap Pasal 3 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Karen dan Pasal 55(1)(1) KUHP didakwa dengan pidana mati. kejahatan. Menurut ayat 1 Pasal 64 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *