Laporan jurnalis Tribunnews Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar hukum pidana Yenti Garnasih buka suara terkait putusan bebas yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terhadap terdakwa Ronald Tanur.
Terdakwa Gregorius Ronald Tanur, 31 tahun, merupakan anak anggota DPR RI yang dibebaskan dalam kasus penyerangan yang menewaskan seorang perempuan dan pacarnya Dini Sera Afrianti, 29 tahun.
Yenti mengatakan, saat ini keputusan hakim harus tetap dihormati.
Namun, kata dia, ketika majelis hakim mengambil keputusan membebaskan terdakwa, maka Kejaksaan (PU) bisa langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (SC) tanpa terlebih dahulu mengajukan kasasi.
Hukumnya bebas, Kejaksaan bisa meminta prosedur peradilan yaitu pencabutan, kata Yenti, saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (25/07/2024).
“Kalau buktinya kuat, sebaiknya jaksa segera mengajukan keberatan dengan pencabutan, bukan banding,” imbuhnya.
Soal pencabutan, jelasnya, berdasarkan pasal 244 KUHAP, bebas dan bebas tidak bisa disamakan, melainkan bisa diajukan banding langsung.
Namun, ia menyoroti salah satu dari beberapa pertimbangan bebas yang dilakukan majelis hakim, yakni berpendapat ada upaya pemberian bantuan dari terdakwa kepada korban.
Terkait pertimbangan hukum tersebut, Yenti menilai hal tersebut hanya meringankan hukuman dan bukan justru membebaskan terdakwa.
“Kalau tagihannya gratis karena memberikan bantuan kepada korban, itu sangat melegakan,” ujarnya.
Yang terpenting, kata dia, ada bukti terdakwa Ronald Tanur melakukan tindak kekerasan hingga berujung kematian.
“Hukum pidana memerlukan bukti fisik apakah kejahatan yang didakwakan memang dilakukan, bukan apakah ada yang membantu,” kata Yenty.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Surabaya menilai keputusan Erintua Damanik melepas putra anggota DPR PKB Edvar Tanur.
Dikutip Tribun Jawa Timur, hakim menilai seluruh dakwaan JPU tidak sah karena tidak ditemukan bukti konklusif selama persidangan.
“Persidangan telah dianalisis secara cermat dan tidak ditemukan bukti-bukti yang meyakinkan terdakwa bersalah atas dakwaan tersebut,” kata hakim, Rabu (24 Juli 2024).
Sebelum dibebaskan, jaksa meminta Ronald divonis 12 tahun penjara atas pembunuhan Dini.
Hal itu berdasarkan dakwaannya, atau justru terdakwa dijerat dengan Pasal 338 KUHP atau Pasal 351 ayat (3) atau Pasal 359 KUHP dan Pasal 351º, no.
Dalam putusannya, hakim menyimpulkan Ronald tetap berupaya membantu Deeney di saat kritis.
Hal ini didasarkan pada tindakan terdakwa yang membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
Lebih lanjut, hakim juga menilai kematian Deeney bukan akibat penganiayaan yang dilakukan Ronald, melainkan pengaruh korban yang mengonsumsi minuman beralkohol saat karaoke di Blackhole KTV Club, Surabaya.
Alkohol, kata hakim, menyebabkan munculnya penyakit tertentu yang berujung pada kematian korban.
“Meninggalnya Dinny bukan karena luka jantung dalam.
Kronologi kasus
Kasus ini bermula saat Ronald dan Deeney sedang karaoke di Blackhole KTW di Jalan Majen Yono Suwoyo Pradah Kali Kendal, Dukuh Pakis, Surabaya pada 3 Oktober 2023.
Selama itu, Ronald memukul kepala korban sebanyak dua kali dengan sebotol minuman keras.
Selanjutnya, ia menyerang Dini di area parkir tempat mereka berkaraoke.
Tak berhenti sampai disitu, Ronald pun menyeret tubuh korban dan menabraknya dengan mobil.
Alih-alih membawanya ke rumah sakit, Ronald malah membawa jenazah Dini yang juga pacarnya ke sebuah apartemen di kawasan Surabaya Barat.
Melihat kondisi korban yang melemah saat dipindahkan ke kursi roda, Ronald memberinya pernapasan buatan.
Namun tubuh korban tidak bereaksi.
Ronald akhirnya membawa korban ke rumah sakit untuk meminta pertolongan.
Sayangnya, korban dinyatakan meninggal dunia pada 4 Oktober 2023 sekitar pukul 02.30 WIB.
Jenazah korban kemudian diautopsi oleh tim pemeriksa medis RSUD Dr Soetomo Surabaya untuk mengetahui penyebab kematiannya.