TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rizieq Shihab dan beberapa pihak mengajukan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo di Pengadilan Pusat Jakarta.
Oleh Tim Pembela Masyarakat Terhadap Penipuan (TAMAK). Gugatan tersebut dilayangkan karena Jokowi terbukti melakukan serangkaian perbuatan melawan hukum antara tahun 2012 hingga 2024, khususnya terkait pemalsuan.
Perkara tersebut didaftarkan pada 30 September 2024 dengan nomor perkara 611/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst.
Menurut pelapor, saat Jokowi menjadi calon Gubernur DKI Batavia pada 2012, presiden pada 2014, dan 2019, serta hingga menjadi presiden, ia melontarkan sejumlah kebohongan yang merugikan Indonesia dan melontarkan pernyataan palsu.
Tentu saja rangkaian kebohongan ini berlanjut dengan penggunaan gambar paket untuk menutupi kekurangan dan kesalahan.
“Yang berbahaya, Jokowi telah melakukan serangkaian pemalsuan dan fitnah dengan menyalahgunakan mesin, sumber daya, dan infrastruktur publik,” tulis pelapor, Rabu (1/2/2024).
Menurut pelapor, jika berbohong dibiarkan tanpa akibat hukum, maka akan mencoreng sejarah Indonesia yang menjaga nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan berbangsa.
“Itulah mengapa kami, warga Masyarakat Melawan Kebohongan, dengan tegas menolak petisi tersebut
Ada yang bilang itu salah Jokowi, antara komitmennya selama menjabat (tahun ke-5) sebagai Direktur DKI dan tidak jadi kutu; Pesanan 6.000 unit mobil Esemka salah; dan mengingkari kepalsuan dan tidak meminjamkan kepada orang asing.
Lalu ada kebohongan soal swasembada, kebohongan tidak menggunakan APBN untuk membiayai serangkaian infrastruktur seperti Indonesia China High Speed Rail (KCIC) dan 11.000 triliun di kantong Jokowi. Informasi palsu tentang
Karena kebohongan tersebut, penggugat meminta Presiden Jokowi membayar ganti rugi sebesar perkiraan utang luar negeri Indonesia periode 2014 hingga 2024.
Ia juga meminta pemerintah menghentikan pendanaan atau memberikan rumah kepada mantan presiden tersebut kepada Jokowi. Ia juga menanyakan soal negara, apakah seluruh uang itu disimpan di Jokowi atau tidak. Jawaban Istana
Purvono, staf khusus Presiden di bidang hukum, meminta agar instrumen hukum dalam konstitusi tidak seenaknya digunakan untuk mencari sensasi atau provokasi.
Hal itu ia sampaikan menanggapi tuntutan Rizieq Shihob dan beberapa pihak terkait kebohongan Presiden Joko Widodo pada 2012 hingga 2024.
“Jangan sembarangan menggunakan perlindungan hukum yang diberikan Konstitusi untuk tujuan sensasionalisme atau provokasi,” kata Dini kepada Kompas.com, Selasa (10/10/2024).
Menurutnya, hal itu merupakan hak seluruh warga negara untuk mengajukan permohonan.
Dini menjelaskan, segala upaya hukum harus dilakukan secara serius dan bertanggung jawab.
“Siapa pun yang menuntut sesuatu harus membuktikannya, asas hukum ini harus selalu diusung,” ujarnya.
Menurutnya, 10 tahun pemerintahan Presiden Jokowi bukannya tanpa kelebihan dan kekurangan.
Namun, dia meminta masyarakat menilai sendiri kinerja dan komitmen Presiden Jokowi terhadap masyarakat, bangsa, dan negara.
Istana Dini mengaku belum bisa menjawab lebih jauh karena kasusnya sudah diajukan ke pengadilan negeri.
Mungkin nanti kita lihat bagaimana jadinya, agar lebih jelas apakah kasus ini ditujukan kepada Pak Jokowi sebagai Presiden atau secara individu, jelas Dini. (Kompas.com)