Dilansir jurnalis Tribunnews.com Andrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Rencana pemerintah mengenakan pajak cukai pada makanan olahan tertentu, termasuk makanan jadi, bisa menimbulkan beberapa dampak hingga berujung pada PHK.
Rencana tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Shinta Kamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), mengatakan pemberlakuan pajak konsumsi dapat memberikan efek berganda.
“Pemungutan cukai akan berdampak lebih besar terhadap tempat beroperasinya pelaku usaha makanan olahan dan menjangkau konsumen, target pasar produknya,” ujarnya di kantor APINDO di Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (23/8). . dikatakan /2024).
Selain pengenaan cukai pangan olahan, poin penting PP 28/2024 yang menjadi sorotan para pelaku industri adalah larangan iklan pangan olahan yang melebihi pagu kandungan gula, garam, dan lemak (GGL).
Pemerintah memberlakukan peraturan tersebut untuk berupaya maksimal dalam membatasi kandungan GGL pada makanan olahan dan siap saji.
Menurut Shinta, penetapan batas maksimal GGL pada produk pangan olahan tidak akan mengurangi penyakit akibat kandungan gula yang tinggi.
Ia juga mengingatkan bahwa makanan dan minuman menyumbang 39% Produk Domestik Bruto (PDB) dan 6,55% PDB negara.
Shinta pun membeberkan kemungkinan dampak pajak konsumsi ini.
“Jika pajak konsumsi dinaikkan, harga bisa naik, daya beli masyarakat turun, dan produksi bisa terpengaruh jika permintaan turun,” kata Shinta.
Ia menambahkan, “Jika hal ini terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama, hal ini juga akan mempengaruhi permintaan produk dan mengurangi angkatan kerja.”
Shinta mengatakan, pihaknya bertemu dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Ia mengatakan, para pengusaha akan diberikan ruang untuk berdiskusi lebih lanjut dalam pertemuan tersebut.
Selain mengatur periklanan, PP 28/2024 melarang pemerintah mempromosikan dan mensponsori pangan olahan dalam acara dengan GGL di atas batas.
“Menetapkan ketentuan yang melarang periklanan, promosi dan sponsorship pangan olahan, termasuk pangan siap saji,” bunyi Pasal 200b Peraturan Kesehatan.
Berdasarkan peraturan tersebut, setiap orang atau badan usaha yang memproduksi, mengimpor atau mengedarkan pangan olahan wajib mencantumkan label pada bahan pangan tersebut. Pengumuman tersebut dibuat oleh Kementerian Perdagangan, Industri dan Energi.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengklaim kekhawatiran pelaku industri terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Aturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan merupakan hal yang lumrah.
Putu Juli Ardika, Direktur Jenderal Departemen Pertanian dan Perindustrian Kementerian Perindustrian, mengatakan belum ada pelaku industri yang mengajukan aduan terhadap PP 28/2024.
Namun, dia mengatakan para pelaku industri merasa khawatir dengan PP 28/2024 dan hal tersebut tampaknya merupakan hal yang lumrah.
“Saya tidak mengeluh, saya punya kekhawatiran. Ya, secara umum akan ada kekhawatiran terhadap perubahan-perubahan ini,” kata Putu saat ditemui di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta Selatan, Selasa (20/8/2024).
Putu juga menjelaskan, kekhawatiran yang dialami pelaku industri adalah seputar kontrak yang ada yang perlu disesuaikan oleh pengusaha.
Penyesuaian yang dimaksud karena Permenkes 28/2024 banyak mengatur tentang komposisi makanan sehingga harus dilakukan perubahan dan penyesuaian sesuai selera.
Perdana Menteri Putu berkata, “Kalau begitu semuanya normal. Ada banyak perubahan. Ada perubahan mendasar yang tidak biasa dan ada kekhawatiran. Tapi saya berharap hal itu bisa dilakukan dengan lancar dan lancar.”
Dia meyakinkan, pihaknya akan terus memantau kekhawatiran tersebut. Putu mengatakan para pelaku industri harus merasa nyaman.