Koresponden Berita Tribune Rehmat Wa Nagrah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tata Usaha Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto mengumumkan rencana ribuan hakim pengadilan Indonesia akan mogok kerja pada 7 hingga 11 Oktober 2024.
Pelayanan publik akan tetap berjalan, kata Joyamato di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Pelayanan kepada masyarakat akan terus berjalan. Karena perkara adalah tugas utama hakim, kata Djuamto kepada Tribunnews.com saat berkunjung di Jakarta, Jumat (4/10/2024).
Jika persidangan tidak bisa dihentikan, dia menjelaskan akan dilanjutkan.
Ia berkata: “Misalnya, suatu perkara dengan masa hukuman terbatas tidak bisa ditunda dan harus dilanjutkan. Namun nyatanya, kami mendukung keinginan hakim.”
Joyamto juga menjelaskan bahwa cuti merupakan hak hakim.
“Hakim PN Jaksel yang libur itu hak hakim. Oleh karena itu, terkait rencana hakim dari jam 7 sampai jam 10, mereka akan kembali menjadi hakim sendiri.” ujar Djuyamto.
“Kalau mau minta cuti, pemerintah tidak bisa menghentikannya,” ujarnya.
Untuk diketahui lebih lanjut, ribuan hakim di Indonesia mengancam akan melakukan aksi mogok massal pada 7 hingga 11 Oktober 2024 atau libur lima hari.
Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap pemerintah yang tidak menaikkan gaji dan gaji hakim selama dua belas tahun terakhir.
Jadi, berapa gaji hakim?
Aturan gaji hakim tertuang dalam PP Nomor 94 Tahun 2012.
Berdasarkan undang-undang ini, gaji yang diterima hakim di Indonesia berbeda-beda, tergantung pada kinerja dan masa jabatannya.
Hakim kelas 3 A dengan masa kerja 0 tahun menerima gaji paling rendah yaitu Rp 2.064.100 per bulan.
Saat ini, hakim agung kategori ketiga memiliki gaji hingga $4 juta dan masa kerja 30 tahun.
Fozan Arased, juru bicara Gerakan Serikat Hakim Indonesia, mengatakan 1.326 hakim akan mengikuti aksi ini.
Angka tersebut sesuai data yang dihimpun pada pukul 22.00 WIB hingga 27 September 2024.
“1.326 hakim telah bergabung dalam kelompok tersebut. Lebih dari 70 persen mengatakan mereka akan langsung pergi ke Jakarta dengan membawa uang mereka untuk memprotes pemerintah yang tampaknya lambat dalam menanggapi tuntutan para hakim.” Sebenarnya Sabtu (28/9).
Fuzan mengatakan, ada empat hal penting dalam melawan gerakan solidaritas hakim Indonesia.
Pertama, tentang pelaksanaan Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2018 tentang PP 94 Tahun 2012.
Sebuah sektor yang terbengkalai oleh pemerintah, padahal berdampak signifikan terhadap kehidupan hakim.
Juga mengenai pengesahan undang-undang tentang peran hakim yang dianggap sebagai undang-undang yang menjamin hak dan martabat hakim sebagai pilar utama keadilan.
Ketiga, Undang-Undang Perlindungan Hakim. Hakim yang melaksanakan tugas umum mempunyai hak atas perlindungan dan keamanan hukum yang memungkinkannya melaksanakan tugasnya tanpa rasa takut dan intimidasi.
Keempat, pengesahan RUU Contempt of Court (penghinaan terhadap pengadilan). Upaya menjaga kedaulatan peradilan dan memberikan perlindungan kepada penyelenggara peradilan dari segala bentuk campur tangan atau penyalahgunaan.
Dia mengatakan merger bukan lagi sebuah keputusan mendadak.
Sejak tahun 2019, hakim melalui organisasi profesinya, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) telah berjuang dengan sabar dan gigih untuk memaksakan perubahan PP 94 Tahun 2012.
Diharapkan pemerintah lebih memperhatikan tujuan tersebut dan berbagai upaya pemerintah dan pejabat sedang dilakukan terkait hal ini.
Menurut Fawzan, penarikan orang pada tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024 merupakan tahapan terakhir atau langkah terakhir yang dilakukan hakim dengan penuh tekad dan keberanian.
“Sampai saat ini perjuangan tersebut belum mendapat respon yang memadai dari pemerintah, sehingga dengan berat hati namun penuh keyakinan, kerja sama merupakan langkah terakhir dalam perjuangan harkat dan martabat hakim di Indonesia,” kata Fawzan. .