Laporan Koresponden Tribunnews.com Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan terdapat perbedaan data antara impor dalam negeri yang dicatat Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data yang dicatat pihak luar negeri.
Perbedaan tersebut ia temukan setelah berdiskusi dengan berbagai asosiasi seperti Kadin, Apindo, Hippindo, serta industri tekstil dan tekstil (TPT).
Saat ini, beberapa industri dalam negeri, salah satunya TPT, sedang terpuruk akibat semakin banyaknya impor barang ilegal ke dalam negeri.
Usai berbincang dengan berbagai asosiasi, Zulhas, sapaan akrab Zulkifli, mengatakan terdapat kejanggalan di berbagai data impor, dimana mereka menduga barang impor tersebut tidak didaftarkan secara ilegal.
“Ada perbedaan besar antara angka impor dari luar negeri dengan angka impor dalam negeri kita. Jomplang,” ujarnya di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Selasa (9/7/2024).
“Misalnya kita impor data dari BPS $100 juta. Data outbound mungkin $300 juta. Jadi besar. Disitulah kita ingin mendapat ‘salahnya di mana’,” sambungnya.
Zulhas tak serta merta mau menyebut produk yang tidak didaftarkan itu merupakan produk impor ilegal. Oleh karena itu, dia dan asosiasi, termasuk Kadin sepakat membentuk Satuan Tugas (Satgas).
Satgas ini tidak hanya mengecek kesalahan data, tapi juga mengecek apakah barang impor ilegal tersebar luas di pasaran.
“Satgasnya adalah melihat di mana kesenjangan data yang begitu besar. Kita akan buat satgas untuk mengusut bersama di lapangan, kalau banyak barang ilegal kita lihat seperti apa,” kata Zulhas.
“Terus mungkin sudah lama nomor HS produk ini disalahgunakan, apapun itu akan kita selidiki juga,” jelasnya.
“Kita bersama-sama membentuk gugus tugas. Nanti Kemendag akan menjadi gugus tugas bersama teman-teman Kadin dan lainnya,” tegas Zulhas.
Sementara itu, Ketua Jenderal Kadin Indonesia Arsjad Rasjid menyambut baik kehadiran gugus tugas ini dan menilai pembentukan gugus tugas ini merupakan solusi yang baik.
“Kami sangat menyambut baik apa yang diusulkan menteri dan ini merupakan solusi nyata ke depan sehingga bisa mencakup apa yang diperlukan,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam rapat dengan Komite VI DPR RI, Zulhas mengatakan pembentukan gugus tugas ini karena kini banyak produk yang masuk ke Indonesia tidak sesuai aturan.
Ia mencontohkan baju yang dijual di pasaran seharga Rp 50 ribu. Menurutnya, hal itu sudah pasti ilegal atau masuk ke Indonesia dengan cara yang tidak sesuai.
Pasalnya, pakaian yang datang ke sini dikenakan pajak tambahan sebesar Rp 60k. Oleh karena itu, tidak mungkin menjual pakaian impor seharga Rp 50 ribu yang akhirnya disimpulkannya adalah impor ilegal.
“Misalnya kalau kaos masuk ke sini harganya Rp 60 ribu. Jadi kalau termasuk kaos harganya Rp 50k, tidak bisa. Artinya ini bukan cara masuk yang benar karena jika ada. -Bajunya masuk ke sini, harganya Rp 60 ribu satu potong, ini contohnya,” kata Zulhas.
Atas dasar itu, Zulhas mengatakan, dibentuk satuan tugas yang berisi asosiasi terkait kelompok perlindungan konsumen.
Tim khusus ini akan mendatangi pasar-pasar tersebut untuk melakukan pemeriksaan guna mengetahui apakah pakaian yang dijual di sana ilegal atau tidak.
“Kita lihat pasarnya, kita pelajari, kita lihat apa yang terjadi. Benar atau tidaknya ada sesuatu yang ilegal? Kalau kita bilang ilegal, belum tentu nyata. Kita lihat dulu,” ujar Zulhas.
“Ini jadinya kalau produk tertentu harus ada SNI. Pakaian wanita harus ada SNI. Pakaian anak-anak ada [SNI]? Nanti kita lihat. Kalau tidak, berarti caranya masuk secara ilegal,” sambungnya.
Himpunan Penyewa Retail dan Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) menilai akar permasalahan pabrik dan UKM lokal yang terancam terpuruk adalah masuknya barang grosir secara ilegal ke Indonesia.
Presiden Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan produk impor ilegal menjadi ancaman utama bagi produk dalam negeri, khususnya UKM, karena harganya yang sangat murah.
Produk impor ilegal disebut tidak memenuhi regulasi seperti SNI, label dan lain-lain. Selain itu, barang ilegal tersebut juga beredar di pasar fisik dan dijual secara online tanpa mematuhi peraturan yang berlaku.
“Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan tindakan yang tegas, seperti penguatan pengendalian di titik masuk impor (bea cukai). pelacakan produk distribusi; penggerebekan barang impor ilegal; dan penegakan hukum terhadap penjual, distributor, dan importir,” kata Alphonzus.