Rezim Assad Runtuh, Analis Militer: Tidak Ada yang Menduga Tentara Suriah Begitu Rapuh

TRIBUNNEWS.COM – Banyak yang terkejut dengan kelemahan tentara Suriah, yang telah berperang dalam perang saudara yang mematikan selama bertahun-tahun.

Elias Hanna, seorang analis militer, menyoroti bahwa meskipun tentara Suriah telah mengumumkan pemindahan dari berbagai kota, mereka gagal membangun pertahanan yang memadai terhadap kemajuan pemberontak.

Al Jazeera, Minggu (8/12/2024) mengutip pernyataannya, “Orang mengira tentara Suriah akan begitu rapuh.

Hal ini menunjukkan kurangnya kemauan pasukan untuk berperang, terutama dari Aleppo hingga ibu kota.

Hanna juga mengajukan pertanyaan penting tentang tidak adanya Divisi Keempat Tentara Arab Suriah yang bersenjata lengkap di bawah komando saudara laki-laki Presiden Bashar al-Assad, Maher al-Assad.

“Kemana perginya para prajurit ini? Di mana perlengkapan mereka?” tanya Hanna mempertanyakan komposisi dan kesiapan tentara Suriah.

David Des Roches, profesor di Pusat Studi Keamanan Asia Timur Dekat Selatan, mengatakan keberhasilan serangan pemberontak terkait erat dengan kurangnya moral dan kepemimpinan dalam tentara Suriah. telah terjadi

Menurutnya, sejak intervensi Iran dan Rusia pada tahun 2014, laporan tentang kepemimpinan yang buruk dan korupsi di kalangan penguasa sudah menjadi hal biasa.

“Ketika kekuatan udara Rusia direbut, yang tersisa hanyalah organisasi yang tidak punya harapan dan dipimpin dengan buruk,” tegasnya.

Hal ini memperburuk situasi tentara yang kini enggan mengambil risiko dalam situasi kritis. pemerintahan Al Assad

Keluarga al-Assad telah memerintah Suriah selama lebih dari 50 tahun.

Ayah Bashar al-Assad, Hafez al-Assad, berkuasa dari tahun 1971 hingga kematiannya pada tahun 2000.

Setelah itu, Bashar, mantan mahasiswa kedokteran, mengambil alih jabatan presiden dan pemimpin Partai Baath.

Sebelas tahun setelah Bashar al-Assad mengambil alih kekuasaan, warga Suriah mulai menuntut reformasi demokrasi.

Tanggapan Al-Assad terhadap protes ini adalah tindakan keras yang mengakibatkan konflik bersenjata dan hilangnya ratusan ribu nyawa.

Mereka dituduh menggunakan senjata kimia terhadap warga sipil meski tidak pernah memenangkan perang.

Al-Assad berhasil mempertahankan kekuasaan dengan dukungan para pengikutnya, termasuk partai politik minoritas Alawi. Awal era baru di Suriah

Oposisi bersenjata Suriah mengklaim jatuhnya pemerintahan al-Assad menandai berakhirnya penindasan yang berkepanjangan.

Oleh karena itu, meskipun jatuhnya rezim Assad menunjukkan potensi perubahan, tantangan besar masih menghadang.

Akankah Suriah dapat bertransisi menuju pemerintahan yang lebih stabil dan demokratis?

Hanya waktu yang akan menjawab pertanyaan ini.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *