Revisi UU TNI Ditolak Masyarakat Sipil, Panglima TNI Bicara Operasi Militer Selain Perang

Reporter Tribunnews.com Cherul Umam melaporkan

Tribun News.com, Jakarta – Panglima TNI Jenderal Agus Subyanto menanggapi penolakan masyarakat sipil terhadap pengujian Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Salah satu kekhawatiran dalam reformasi undang-undang adalah bahwa TNI akan menjadi kekuatan besar.

Agus Subyanto mengatakan, berdasarkan UU TNI yang berlaku saat ini, operasi militer selain perang diatur dan dijelaskan.

“Dalam operasi militer selain perang, saya kira Pasal 14A menguraikan seluruh tugas TNI, memberantas pemberontakan, memberantas separatis, memberantas teroris, membantu pemerintah daerah, kepolisian untuk membantu dan melindungi,” kata Panglima TNI Jenderal Agus Subyanto. Dalam kesempatan rapat kerja di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (12/6/2024).

Selain itu, operasi militer yang dilakukan selain perang juga mencakup perlindungan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya, serta perlindungan tamu negara di tingkat presiden.

Namun, Agus tak membeberkan poin lain terkait revisi UU TNI yang tengah diajukan ke DPR.

Saya yakin tugas TNI harus dipahami masyarakat, sesuai undang-undang, ujarnya. Menolak demokrasi dan menolak reformasi TNI

Sebelumnya, Imparsial mendesak DPR dan pemerintah berhenti membahas revisi Undang-Undang TNI (RUU TNI).

Direktur Pekan Raya Gufron Mabruri mengatakan dalam rancangan RUU TNI yang diterima Badan Legislasi DPRI RI, terdapat usulan perubahan pasal yang bertentangan dengan nilai-nilai negara demokrasi dan semakin menghambat capaian negara. TNI. peningkatan

Anggapan wajar bahwa reformasi UU TNI sebagai RUU inisiatif yang diajukan DPR RI bukan hanya merupakan langkah tergesa-gesa dan terpaksa, namun juga menunjukkan bahwa DPR RI harus menjaga capaian reformasi TNI. . 

“Perlu diketahui bahwa usulan perubahan RUU TNI versi Blag DPR RI sama sekali tidak bermanfaat bagi penguatan profesionalisme TNI bahkan menimbulkan permasalahan serius karena jika diubah akan merugikan TNI lagi. praktek tugas ganda seperti yang dilakukan pada era Orde Baru,” kata Gufron saat dikonfirmasi, Jumat (31/5/2024).

“Sebagai lembaga yang mewakili rakyat, DPRRI harus tanggap terhadap kritik dan penolakan yang berkembang di masyarakat, apalagi langkah tersebut dibahas secara tertutup dan sangat sedikit partisipasi masyarakat. Kekuasaan dikorupsi oleh transaksi politik,” dia menambahkan.

Berdasarkan rancangan RUU TNI DPR RI Blagg, lanjutnya, ada dua usulan perubahan yang menimbulkan permasalahan. 

Pertama, kata dia, perluasan jabatan sipil yang bisa diduduki prajurit aktif TNI. 

Hal itu, kata dia, terlihat dari usulan perubahan Pasal 47 ayat (2) dengan menambahkan kata “dan Pemerintah/Lembaga lain yang memerlukan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai dengan kebijakan Presiden”.

Penambahan frasa ini berbahaya karena membuka penafsiran yang lebih luas untuk memberikan tempat bagi pasukan aktif TNI untuk dikerahkan tanpa terbatas pada 10 kementerian dan organisasi yang disebutkan dalam UU TNI, ujarnya.

Artinya, ke depan Presiden bisa saja merumuskan kebijakan yang membuka pintu penempatan pasukan aktif TNI di berbagai kementerian lain, seperti Kementerian Desa, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Negara. institusi lainnya. ,” lanjutnya. Pemanggilan prajurit satuan militer Kodam Jaya digelar pada Kamis, (27/1/2022) di Lapangan Jayakarta-Kodam Jaya. (Dr. Pendam Jaya)

Menurutnya, usulan perubahan Pasal 47 Ayat 2 UU TNI jelas akan melegitimasi perluasan rangkap tugas ABRI yang sebenarnya mulai dilaksanakan secara perlahan, terutama pada masa pemerintahan Presiden Jokowi. 

Dengan kata lain, kata dia, usulan perubahan tersebut tak lain hanyalah langkah untuk melegitimasi kebijakan yang salah, yakni banyaknya anggota aktif TNI yang menduduki jabatan sipil.

Persoalan lainnya, kata dia, adalah menaikkan usia pensiun prajurit TNI. 

Menurut dia, hal itu terlihat dari usulan perubahan Pasal 53 ayat (2) yang menambah usia pensiun prajurit TNI menjadi 60 tahun. 

Usulan perpanjangan masa bakti, kata dia, justru akan mendorong inefisiensi di tubuh TNI, menambah beban anggaran sektor pertahanan, dan menimbulkan hambatan jenjang karir dan pangkat yang bisa berujung pada PHK tanpa kelebihan perwira TNI. 

Menyinggung banyaknya perwira yang menganggur, dia mengatakan hal itu sebenarnya sudah menjadi permasalahan yang sudah berlangsung lama di tubuh TNI.

Tindakan yang diambil sebelumnya, yaitu mempekerjakan mereka di luar badan militer dan menduduki posisi sipil, hanya menimbulkan masalah baru, katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *