TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Keluarga mantan anggota DPR RI Dini Sera Afrianti, korban pelecehan anak, mengaku kepada pimpinan dan anggota Komisi III DPR.
Keluarga Dini yang datang ke Kompleks Parlemen di Jakarta Senayan pada Senin 29/07/2024 termasuk ayahnya Ujang dan adiknya Afika.
Pendapat hakim tersebut langsung mereka ungkapkan saat memimpin sidang terdakwa Gregory Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya.
Keluarga DPR mengunggah foto jenazah tersebut setelah dilecehkan oleh terduga pelaku Ronald Tannur.
Foto yang muncul setelah Ronald Tannur membunuh korban merupakan foto diam.
Foto itu memperlihatkan jenazah Dini tergeletak di garasi.
Foto itu juga memperlihatkan luka di tangan kanan Dini yang ditabrak mobil Ronald Tannur.
Pengacara keluarga Dini, Dimas Yemahura pun mengeluhkan sikap hakim yang mengabaikan fakta tersebut.
Padahal, reaksi hakim tak lebih dari reaksi sinis terhadap keluarga korban.
– Bagaimana kamu tahu kalau ada mobil yang menabrakmu? Kata Dim menirukan perkataan hakim PN Surabaya.
Bahkan, Dim mengungkapkan, dari hasil otopsi terlihat jelas ada unsur penganiayaan pada diri Dini. Ia pun mengapresiasi hakim yang sejak awal tidak menghormati hak almarhum.
“Hakim tidak membela kebenaran untuk membela hak almarhum,” jelasnya.
Keluarga korban pun merilis hasil otopsi yang menunjukkan korban mengalami penganiayaan. Padahal, hasil otopsi menunjukkan korban meninggal karena pendarahan perut.
Hasil autopsi keluarga korban sebagai berikut: Pelebaran pembuluh darah di otak, usus halus, dan usus besar akibat tenggelam; Kebocoran darah ke kulit kepala bagian dalam, kebocoran darah ke kulit leher bagian dalam, kebocoran darah ke tulang rusuk kedua, ketiga, keempat, kanan kelima; Luka memar di bawah paru kanan dan hati akibat trauma benda tumpul; Cedera hati akibat trauma benda tumpul; Juri menyerukan pembebasan dan pemecatan Ronald Tannur karena pendarahan perut kurang lebih 1.200 ml
Keluarga terduga korban pemerkosaan Dini Sera Afrianti memberitahukan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya ke Komisi Yudisial (KY) pada Senin (29/07/2024).
Kasus tersebut melibatkan terdakwa Gregorius Ronald Tannur, 31, putra seorang anggota DPR RI yang dibebaskan dalam penyerangan yang menewaskan seorang wanita dan pacarnya Dini Sera Afriyanti, 29.
Pengacara keluarga Dini, Dimas Yemahura mengatakan, dasar laporan pihaknya adalah adanya ketidaksesuaian antara dakwaan dengan dakwaan jaksa dan putusan majelis hakim PN Surabaya dalam kasus tersebut.
Ia kemudian meminta KY memberikan rekomendasi kepada Mahkamah Agung (MA) untuk memberhentikan majelis hakim yang mengadili dan mengadili kasus dugaan pelecehan yang memakan korban jiwa ini.
“Kami mohon Komisi Yudisial memberikan rekomendasi yang terbaik, kamilah yang berharap hakim yang memimpin perkara ini di PN Surabaya diberhentikan,” kata Dim kepada wartawan di kantor KY, Jakarta, Senin. dikatakan.
Dalam acara yang sama, Dim juga mengungkapkan bahwa Ronald Tannur meminta agar permasalahan tersebut diselesaikan melalui jalur damai dan kekeluargaan.
Dia menjelaskan, hal tersebut tidak disarankan oleh Ronald Tannur atau keluarganya. Permohonan perdamaian sepihak ini disampaikan perwakilan partai Ronald Tannur saat kasus tersebut diselidiki Polrestabes Surabaya.
“Kami menolaknya (permintaan perdamaian),” kata Dimas.
Dim menambahkan, Ronald Tannur mendorong keluarga Dini untuk menyelesaikan kasus tersebut secara damai.
Janji sudah diucapkan, tapi tidak kami pertimbangkan. Karena kami ingin permintaan maaf yang tulus, bukan seperti ini, ujarnya.
Dimas tak menjelaskan lebih lanjut soal umpan yang disodorkan Ronald Tannur kepada keluarga korban.
Sementara itu, Dimas mengungkapkan, pihaknya memberikan banyak bukti yang menguatkan adanya pemberitahuan kepada KY. Misalnya, foto-foto tersebut menunjukkan bahwa alasan hakim dalam kasus ini salah.
Kedua, kami mengajukan surat dakwaan beserta hasil otopsi yang menyatakan bahwa hasil otopsi tidak menunjukkan bahwa (Dini) meninggal karena konsumsi alkohol, jelasnya.
Dim juga mengatakan bukti lain antara lain tuntutan jaksa bahwa Ronald Tannur tidak berniat membawa Dini ke rumah sakit.
“Kami juga menunjukkan dalam penuntutan bahwa tersangka GRT tidak berniat membawa korban ke rumah sakit, seperti yang dipertimbangkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Surabaya,” ujarnya. Ronald Tannur dibebaskan
Seperti diketahui, putusan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Erintuah Damanik adalah pembebasan Edwar Tannur, putra anggota DPR PKB tersebut.
Mengutip Tribun Jawa Timur, hakim menolak seluruh dakwaan JPU karena tidak ditemukan bukti konklusif dalam persidangan.
Dalam keterangannya, Rabu (24/07/2024), hakim mengatakan, “Kasus tersebut telah diperiksa dengan cermat dan tidak ditemukan bukti-bukti yang memungkinkan terdakwa dapat divonis bersalah sesuai dakwaan.” dikatakan.
Sebelum bebas, jaksa sebenarnya sudah meminta agar Ronald divonis 12 tahun penjara atas pembunuhan Dini.
Hal ini berdasarkan dakwaan JPU terhadap terdakwa dengan Pasal 338 KUHP atau Pasal 351(3) atau Pasal 359 dan 351(1) KUHP.
Dalam putusannya, hakim menilai Ronald masih berupaya membantu Dini di momen kritis.
Hal ini didasarkan pada tindakan terdakwa yang membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
Selain itu, hakim memutuskan kematian Dini bukan disebabkan oleh pelecehan yang dilakukan Ronaldo, melainkan pukulan yang diterimanya saat korban mengonsumsi alkohol saat karaoke di Blackhole KTV Club di Surabaya.
Hakim mengatakan bahwa alkohol menyebabkan timbulnya beberapa penyakit dan korban meninggal.
“Dini meninggal bukan karena luka dalam di jantungnya. Dia meninggal karena mengidap penyakit lain akibat konsumsi alkohol saat karaoke, itulah sebabnya Dini meninggal,” kata Erintuah.