Laporan jurnalis Tribunnews.com Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara soal fakta persidangan yang menyebut berita acara pemeriksaan (BAP) dibocorkan pejabat Kementerian Pertanian (Kementan).
Hal itu sebelumnya terungkap dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dkk. di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan tim jaksa penuntut (JPU) KPK akan mendalami fakta tersebut lebih lanjut pada persidangan berikutnya.
Fakta tersebut tentunya akan dikonfirmasi oleh JPU KPK di pengadilan bersama saksi-saksi lainnya, kata Ali kepada wartawan, Rabu (24 April 2024).
Ali mengatakan, sebelum terungkap di pengadilan, tim penyidik sudah mengungkap kebocoran dokumen penyidikan.
“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil saksi-saksi dalam penyidikan kasus ini, termasuk kuasa hukum SYL saat itu,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam persidangan lanjutan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang dilakukan mantan Menteri Pertanian SYL, terungkap BAP KPK dibocorkan oleh perwakilan Kementerian Pertanian.
Hal itu diungkapkan mantan Sekretaris Pribadi (Sespri) Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Merdian Tri Hadi saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/04/2024).
Awalnya, Ketua Hakim Rianto Adam Pontoh mempertanyakan alasan Merdian meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“Kami mendapat surat dari LPSK. Kemarin Anda minta perlindungan di sana, kenapa? Apakah Anda secara pribadi atau keluarga Anda diancam?” Hakim Pontoh bertanya pada Merdian saat persidangan.
Merdian menjelaskan, dirinya merasa tertekan saat KPK mulai mengusut kasus tersebut.
Setelah mendengarkan jawaban Merdian, hakim menanyakan siapa yang mendorong Merdian.
“Iya, siapa yang mendorong? Benar kan ada yang mendorong?” teriak hakim.
“Karena berita acara pemeriksaan saya bocor, Yang Mulia, berita acara pemeriksaan saya ada di Komisi Pemberantasan Korupsi,” jawab Merdian.
“Siapa yang membocorkan berita acara pemeriksaan saksi Saudara?” tanya hakim lagi.
“Dibawa Pak Muhammad Hatta,” jelas Merdian.
Namun Merdian mengaku belum mengetahui siapa yang membocorkan dokumen tersebut kepada Hatt.
Diakuinya, Hatta menunjukkan salinan BAP kepadanya.
“Jadi Anda tahu BAP Anda bocor dan Anda menelepon Sekjen?” tanya hakim.
“Pak Hatta datang ke ruang Sekjen, mereka memanggil saya ke ruangan. Kami bertiga dan mereka ditunjukkan salinannya,” kata Merdian.
“Apakah kamu melihat pesan itu dan benarkah itu BAP kamu?” tanya hakim.
“Iya, karena ini surat terakhir Yang Mulia yang bertanda tangan saya,” jawab Merdian. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasang bendera setengah tiang di Gedung Merah Putih Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan hari ini, Kamis (30 September 2021). (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)
SYL didakwa melakukan pemerasan hingga Rp44.546.079.044 dan menerima imbalan dianggap suap sebesar Rp40.647.444.494 selama periode 2020-2023.
Dalam kasus tersebut, SYL diduga melakukan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian.
Uang tersebut kemudian dihimpun SYL melalui orang kepercayaannya yaitu mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyon dan mantan Direktur Mesin dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian Muhammad Hatta.
Uang tersebut dikumpulkan dari Tier I, CEO, kepala lembaga dan sekretaris masing-masing Tier I.
Jumlahnya mulai dari 4.000 hingga 10.000 dolar AS.
Total uang yang diduga diterima SYL sebesar Rp13,9 miliar.
Namun di akhir pemeriksaan KPK, nilainya bertambah menjadi Rp44,5 miliar.
Mereka kemudian diduga menggunakan hasil tindak pidana untuk kepentingan pribadi.
Termasuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard dari SYL.
SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat. 1 1 KUHP jo pasal 64 ayat kode.
Ia juga didakwa melanggar Pasal 12 B Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat 1, dalam KUHP bersama dengan § 64, ayat 1 KUHP.