Wartawan Tribunnews.com, Reena Ayu melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA– Badan Penyelenggara Asuransi Nasional (BPJS Kesehatan) merespons kenaikan biaya Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
“Bisa ada kenaikan, lebih baik. Enggak (kenaikan) juga boleh tapi beda,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Gufron Mukti ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (17/5/). . 2024)
Ia mengatakan, skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah lama menjadi landasan kerja sama.
Oleh karena itu, masyarakat yang berpendapatan lebih tinggi atau orang yang lebih kaya membayar lebih banyak dibandingkan masyarakat yang berpendapatan lebih rendah.
“Kalau nominal uangnya sama. Kerjasamanya di mana? Yang mampu bayar lebih, yang miskin bayar lebih sedikit. Yang miskin ekstrem ditanggung pemerintah,” ujarnya.
Namun, ia kembali menegaskan, kursus pertama, kedua, dan ketiga di rumah sakit tersebut tidak akan dibatalkan.
Guferon mengatakan, pemerintah saat ini berupaya melakukan standarisasi pelayanan dan fasilitas pasien di seluruh rumah sakit melalui KRIS yang berjumlah 12 bagian.
“Menkes sendiri yang bilang tidak ada penghapusan kelas. Karena kelas 3 tidak jelas standarnya apa. Seperti kelas 1. Ada yang kelas 3, tapi ada juga yang tidak pakai AC. Ini standarnya, sebenarnya,” dia menjelaskan.
Gufron juga meminta semua pihak menunggu hasil pemeriksaan KRIS termasuk tarif dan biaya.
Saat ini implementasi KRIS masih dalam tahap uji coba dan akan diterapkan secara bertahap hingga 30 Juni 2025.
“Sebenarnya sudah diaudit sehingga kontribusinya sudah tidak bisa kita lihat lagi. Kontribusi itu hasil analisis. Seluruh dana akan segera dinilai setelah tanggal 30 Juni 2025,” jelasnya.