TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Pemerintah diimbau tidak terburu-buru melaksanakan rencana pemotongan gaji pekerja untuk tambahan dana pensiun karena kondisi perekonomian di Indonesia sedang kurang baik.
Jika kebijakan ini dipaksakan, dikhawatirkan hal ini akan membebani pekerja.
Rizki Andravan, Ekonom Universitas Kuningan, menilai penerapan pemotongan gaji tambahan dana pensiun secara cepat bisa berdampak pada kesejahteraan ekonomi pekerja.
Pemerintah disebut akan mengeluarkan Peraturan Umum (PP) tentang Skema Pensiun Wajib Kerja yang diturunkan dari Peraturan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pembinaan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Rizki mengatakan, rencana pemotongan gaji pekerja ini kontroversial karena dikhawatirkan akan bertentangan dengan upaya memberikan jaminan keamanan finansial di masa pensiun, padahal kenyataannya banyak pekerja yang akan terbebani.
“Program ini bagus untuk jangka panjang, tapi beban finansial akan dirasakan pekerja padahal kebutuhannya sangat besar,” kata Rizki saat dihubungi, Minggu (09/08/2024).
Dia mengatakan, jika rencana pemotongan gaji dana pensiun benar-benar dilakukan di saat kondisi perekonomian belum bisa dikatakan lebih baik, maka akan berdampak pada daya beli pekerja.
“Padahal (daya belanja) sudah menjadi tulang punggung perekonomian negara, sehingga pemerintah harus menilai dampaknya karena akan menjadi pekerjaan rumah pemerintah ke depan,” ujarnya.
Menurut Rizki, pemerintah harus mengkaji rencana tersebut lebih matang sebelum menyetujuinya di DPR karena dikhawatirkan akan memperlebar kesenjangan antara masyarakat berpendapatan tinggi dan rendah.
“Kalau bisa juga harus jelas pekerja mana yang terkena dampak tambahan pemotongan dana pensiun. Misalnya harus ada tingkat pendapatannya, jadi tingkat mana yang terdampak,” kata Rizki.
Ia mengatakan, pemerintah tidak memiliki alasan yang masuk akal untuk mengeluarkan kebijakan tersebut karena tidak memperhitungkan beban pekerja dan dampak negatifnya terhadap perekonomian nasional.
Ia mengatakan pemerintah harus melindungi perekonomian pekerja karena kebutuhan mereka masih besar dan harga sangat tinggi, sementara pendapatan mereka belum meningkat signifikan.
“Jadi menurut saya kaum fundamentalis (pemerintah) kurang hati-hati dalam mengeluarkan program ini, makanya perlu dikaji dengan baik kalaupun dikelola,” ujarnya.
Saat ditanya mengenai sistem yang diinginkan para pekerja, dana pensiun untuk menjalankan perusahaan, Rizki mengatakan itu lebih baik dan mereka akan diterima.
Karena hari tua akan merasakan dana pensiun. Jadi kalau dibebankan ke masyarakat, mereka akan menyambut positif rencana ini, kata Rizki.
Reporter Halman Kamaldeen Sumber: Tribun Jawa Barat