Relaksasi Harga Gula Segera Berakhir, Pengusaha Ritel Cuek Jika Tak Diperpanjang

Wartawan Tribunnews.com Endrapta Pramudhiaz melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Relaksasi harga gula akan berakhir pada 31 Mei 2024. Pengusaha ritel tidak akan kesulitan jika kebijakan ini tidak diperpanjang di kemudian hari.

Sebab, kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengatasi tingginya harga gula di konsumen tidak bisa dicapai hanya dengan menerapkan kebijakan pelonggaran.

Namun manipulasinya berupa peningkatan produksi dalam negeri dan pembelian impor.

“Kalau dua hal itu diselesaikan, sebaiknya relaksasi tidak diperpanjang. Namun, jika dari sisi produksi tidak ada solusi dan pengadaan impor tertunda dan berkepanjangan, maka relaksasi harus dilanjutkan,” ujarnya dalam konferensi pers. di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada Selasa (7/5/2024).

Ia mengatakan pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian, harus meningkatkan produksi gula.

Roy menyarankan pemerintah menggunakan teknologi pangan yang memungkinkan tanaman tumbuh di dalam ruangan.

“Ini bisa mengisi produksi saat terjadi badai El Niño atau La Nina,” kata Roy.

Selain itu, untuk pembelian impor, kata dia, importir yang telah mendapat persetujuan impor harus dikenakan sanksi jika terbukti menunda impor.

Selain sanksi, importir yang terlambat harus diperiksa kelayakan impornya.

Dengan kenaikan harga pangan, Roy menilai pemerintah masih seperti pemadam kebakaran yang hanya bertindak jika ada kejadian.

“Pemerintah menurut kami masih seperti pemadam kebakaran. Ada masalah, ada masalah [baru],” tutupnya.

Sekadar informasi, Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah menaikkan harga acuan pembelian gula di tingkat konsumsi.

Harganya semula Rp 15.500 per kg menjadi Rp 17.500 per kg.

Sementara harga gula pasir untuk wilayah Maluku, Papua, dan daerah tertinggal, terluar, dan perbatasan dipatok Rp 18.500 per kg.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *