Reporter Tribunnews.com Danang Triatmojo melaporkan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, gerakan memilih semua pada Pilkada 2024, khususnya di Jakarta, bukanlah sebuah paksaan.
Sebaliknya, hal tersebut muncul dari kesadaran warga untuk menentang kediktatoran militer yang merusak sistem demokrasi dengan ikut serta dalam pemilihan kepala daerah.
“Gercos ini merupakan gerakan politik kesadaran warga. Melawan sistem demokratisasi pemilukada yang sewenang-wenang,” Bens Zone. Jagakarsa, kata Refly usai rapat umum di Jakarta Selatan. 18/9/2024).
Gerakan hak pilih universal dalam pemilu daerah disebutkan tidak terkait dengan praktik politik uang dan surat yang berisi sanksi tidak dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 187 UU Pilkada.
Politik uang berjanji untuk mencegah warga negara memilih dan membuat suara mereka ilegal; Atau melanggar hukum dengan meninggalkan hal lain, jelasnya. membatalkan pemungutan suara; termasuk menggunakan atau memilih;
“Ini soal politik uang. Berjanji, memberi uang, dan sebagainya. Termasuk juga meminta orang lain untuk tidak memilih jika diminta memilih,” ujarnya.
Namun, gerakan memilih semua datang dari keinginan warga untuk melawan kartel politik dan diktator.
“Apa yang saya sampaikan kepada Anda adalah sebuah filosofi tentang cara melawan geng politik dan diktator,” katanya.