BERITA TRIBUN. 122 Tahun 2024 tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polri ditandatangani pada Selasa (15/10/2024).
Tujuan pembentukan korps ini adalah untuk memberantas korupsi, menata Polri, dan menata tata kerja.
Bahkan, pembentukan korps yang disahkan melalui keputusan presiden ini mendapat dukungan dari para aktivis antikorupsi.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman misalnya, mengatakan kehadiran korps ini akan memperkuat Polri dalam pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor).
Boyamin mengatakan, jika pimpinan korpsnya adalah jenderal polisi bintang dua, maka juang Korps Bhayangkara dalam melawan korupsi akan semakin kuat.
Udi Purnomo Harahap, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), juga mendukung keberadaan korps tersebut.
Ia meyakini upaya pemberantasan korupsi memperkuat sinergi dengan lembaga antikorupsi.
Senada dengan itu, Zainur Rohman, peneliti Pusat Penelitian Anti Korupsi (CCRI) Universitas Gajah Mada, berpendapat bahwa pembentukan korps antikorupsi bisa memberantas dugaan kasus korupsi. MAKI mendukung Korps Tindak Pidana Korupsi karena dipimpin oleh jenderal bintang dua dan mempunyai gengsi lebih.
Boyamin merestui korupsi Corta karena akan dipimpin oleh jenderal polisi bintang dua.
Namun kenyataannya, dia ingin korps tersebut dipimpin oleh jenderal polisi bintang tiga, seperti Jaksa Agung.
Jaksa Muda Tindak Pidana Khusus (Yampidus) dipimpin oleh perwira Eselon I atau, menurut Boyamin, setara jenderal bintang tiga.
Boyamin mengatakan, langkah tersebut merupakan awal penguatan Polri dalam memberantas tindak korupsi.
“Pada prinsipnya saya mendukung pembentukan Satuan Anti Korupsi Polri dan penambahannya di bawah pengawasan langsung Kapolri. Hal ini akan memperkuat Polri dalam pemberantasan korupsi dengan lebih baik dan kuat.”
“Karena kalau kita bandingkan dengan Jaksa Agung, Yampidsu itu malah bintang tiga, eselon I. Jadi untuk kompensasinya, dia (Jenderal Polri) itu seperti bintang tiga, tapi ini bintang dua ya, cukup, minimal. lebih tinggi dari bintang kemarin saat Barescream,” jelas Boyamin Tribunnews.com, Jumat (18/10/2024).
Boyamin juga menilai pembentukan KPK Korta bukan upaya pemberantasan korupsi, melainkan pencegahan.
Ia juga menegaskan, seluruh aparat penegak hukum harus dilibatkan dalam proses pidana antikorupsi.
Di sisi lain, Boyamin mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (ACC) harusnya diperkuat meski ada KPK.
“Ini juga memperkuat KPK. Kalau polisi seperti kejaksaan bagus, KPK juga ingin berbenah,” jelasnya.
Boyamin juga berharap KPK tidak terlibat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, pasca kerugian besar yang dialami Jaksa Agung dan Tim Korupsi Polri. Mantan penyidik KPK dukung tim antikorupsi, jalin sinergi dengan lembaga antirasuah KPK akan segera mempublikasikan Hasil CPNS 2023. Kandidat terpilih dapat memeriksa situs SSCASN dan KPK dan mengidentifikasi kode P/L. (perekrutan.kpk.go.id)
Selain itu, eks Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Udi Purnomo Harahap Korta juga membenarkan adanya Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut dia, tidak akan ada konflik kewenangan antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut kasus korupsi.
Memang, dia mengungkapkan akan ada sinergi antara lembaga antirasuah dan Korps Bhayangkara.
Sinergi antara BPK, Polri, dan Kejaksaan akan semakin meningkat dan ini akan sangat membantu dalam pemberantasan korupsi.
“Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komisi Pemberantasan Korupsi tidak akan saling bertentangan karena masing-masing mempunyai mandat masing-masing,” kata Udi, Jumat sore.
Udi mengatakan, pasukan antikorupsi merupakan cerminan amanah Polri dalam mengusut dan mencegah tindak pidana korupsi.
Kendati demikian, ia menegaskan Komite Pemberantasan Korupsi (KPC) akan menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, meski Polri memiliki korps korupsi.
Sebab, Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai amanah yang diatur dalam UU No. UU Pencegahan Korupsi 31 Tahun 1999. 30 Tahun 2002 kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, Judith juga menegaskan, pembentukan Korupsi Corta bukanlah kompetisi terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi, melainkan upaya penguatan lembaga antikorupsi.
Artinya pemberantasan korupsi bisa dilakukan oleh beberapa lembaga kuat. Cortas bisa mengisi kesenjangan yang tidak bisa dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (ACC), tegasnya.
Udi juga berharap jika semakin banyak institusi yang berperan dalam pemberantasan korupsi, maka kita semakin dekat dengan tujuan Indonesia bebas korupsi. Pukat Korta UGM mengatakan korupsi meningkatkan korupsi
Peneliti Trawl UGM Zainur Rohman juga membela korps antikorupsi dengan mengatakan bahwa korps tersebut memperbaiki kasus-kasus dugaan korupsi.
“Sehingga timbul pertanyaan apakah (korps) ini akan meningkatkan kinerja Polri dalam menangani kasus korupsi yang akan direspon tepat waktu,” ujarnya kepada Kompas.com.
Selain Udi, Zaenur juga menilai keberadaan KPK Korta tidak tumpang tindih kewenangannya dengan KPK.
“Tidak akan saling eksklusif,” tutupnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto) (Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)