Putusan MK Malah Bikin Kondisi Industri Sepatu Indonesia Dalam Ketidakpastian

 

Laporan reporter Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Industri sepatu di Indonesia yang dikenal sebagai industri padat karya kini terancam akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan sejumlah poin Undang-Undang Cipta Kerja ( UU). ).

Ketua Umum Asosiasi Sepatu Indonesia (Aprisindo) Harijanto menjelaskan, industri sepatu terancam karena pasca putusan Mahkamah Konstitusi investor diliputi rasa ketidakpastian terhadap hukum di Indonesia.

Ia pertama kali menjelaskan bahwa industri sepatu memiliki jumlah pekerja yang banyak. Pabrik sepatu berorientasi ekspor ini mempekerjakan tak kurang dari 10 ribu pekerja.

“Ada pabriknya 20 ribu, pekerjanya 30 ribu,” kata Harijanto saat jumpa pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/11/2024) malam.

Dengan beralihnya produksi dari negara seperti Tiongkok dan Vietnam ke Indonesia pasca pandemi COVID-19, industri alas kaki Indonesia disebut-sebut menunjukkan kemajuan yang baik.

Harijanto mencontohkan, ekspor sektor alas kaki Indonesia tercatat sebesar $6,8 miliar pada tahun 2023, meski target tersebut seharusnya lebih tinggi mengingat Vietnam telah melampaui nilai ekspor lebih dari US$30 miliar.

Namun, pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa ketentuan UU Cipta Kerja, investor yang sebelumnya sudah berinvestasi di Indonesia menjadi khawatir.

“Investor yang masuk merasa khawatir. Kenapa? Sederhana saja di negeri ini industri terpenting yang butuh tenaga kerja dibubarkan begitu saja oleh Mahkamah Konstitusi yang sah di negeri ini,” kata Harijanto.

Menurutnya, putusan Mahkamah Konstitusi menambah ketidakpastian kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia.

Dengan adanya perubahan undang-undang ketenagakerjaan, industri padat karya seperti sepatu dan pakaian kini menghadapi risiko yang lebih besar.

Salah satunya adalah keputusan Mahkamah Konstitusi yang menunjukkan perlunya penyusunan undang-undang ketenagakerjaan baru dalam waktu dua tahun.

Investor diprediksi belum mau berinvestasi di Indonesia dalam dua tahun ke depan karena harus menunggu perubahan yang belum jelas.

“Khusus revisi pasal-pasal kerja dan yang lebih parah lagi, Mahkamah Konstitusi menegaskan sebaiknya undang-undang baru dibuat dalam waktu 2 tahun,” kata Harijanto.

“Iya, selama 2 tahun undang-undang itu dibuat, masyarakat tidak akan mau berinvestasi. Semua pelaku usaha pasti berpikir, tunggu 2 tahun lagi, terserah, kurang lebih dari itu,” lanjutnya.

Absennya investor pada periode tersebut mengkhawatirkan karena industri sepatu sangat sensitif terhadap biaya tenaga kerja.

Harijanto mencontohkan, jika ada 20 ribu pekerja yang berpenghasilan Rp 3 juta per bulan, berarti dalam satu bulan perusahaan harus mengeluarkan Rp 60 miliar.

Oleh karena itu, ini industri yang dipadukan dengan sandang, sepatu ini merupakan industri yang membutuhkan banyak tenaga kerja dan sangat sensitif terhadap pekerjanya, karena pendapatan pekerjanya lebih dari 20 persen, jelasnya.

Ia juga menjelaskan, industri yang membutuhkan banyak tenaga kerja di Indonesia sangat penting karena dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat yang berlatar belakang pendidikan dasar hingga menengah.

Sehingga dia merasa khawatir dengan keputusan Mahkamah Konstitusi. Investor dikatakan sangat kecewa. Bagi investor yang sudah berinvestasi di Indonesia merasa terjebak.

“Mereka seperti terjebak seperti itu. Tiga tahun kemudian (peraturan) diubah. Kalau 20 tahun ada perubahan, masyarakat masih bisa menerima,” pungkas Harijanto.

Sebagaimana diketahui, Kelompok Hakim Konstitusi telah mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU Cipta Kerja yang diajukan Partai Pekerja dan sejumlah serikat pekerja lainnya dalam sidang pengumuman putusan di Gedung DPR. Konstitusi Pusat. Pengadilan Jakarta (MK) Kamis (31/10/2024).

Partai Buruh mencatat, setidaknya ada 21 ketentuan dari tujuh persoalan yang dimohonkan dikuatkan Mahkamah Konstitusi.

Ketujuh permasalahan tersebut adalah pengupahan, outsourcing, PKWT atau pekerja kontrak, PHK, pesangon, cuti dan istirahat panjang, serta tenaga kerja asing.

Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi juga memerintahkan agar kelompok kerja dihapuskan dari UU Cipta Kerja.

MK meminta pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah, merancang undang-undang ketenagakerjaan baru dalam waktu dua tahun.

MK meminta agar isi UU Ketenagakerjaan yang baru konsisten dengan materi dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 6/2023, dan berbagai putusan Mahkamah Konstitusi.  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *