Puput Novel Meninggal Dunia Akibat Kanker Payudara, Dokter Ingatkan Pentingnya Deteksi Dini HER2

Laporan Jurnalis Tribunnews.com Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyanyi Puput Novel meninggal karena kanker payudara.

Peristiwa Puput Novel memberikan dorongan akan pentingnya deteksi dini HER2.

Puput telah berjuang melawan penyakit tersebut selama 3 tahun dengan komplikasi jantung dan paru-paru.

Studi terbaru menunjukkan bahwa sekitar 55 persen kasus kanker payudara termasuk dalam kategori HER2-Rendah.

Sebagai informasi, HER2-Positif merupakan protein yang berperan dalam pertumbuhan sel pada permukaan sel kanker, khususnya kanker payudara. Jika terjadi ekspresi HER2 yang berlebihan, sel kanker akan menjadi lebih agresif.

Dokter penyakit dalam, dokter konsultan hematologi-onkologi, DR. Andhika Rachman, Sp.PD-KHOM menyoroti pentingnya tes diagnostik kanker payudara yang lebih akurat untuk pengobatan dan terapi yang tepat sasaran.

Sebelumnya diagnosis HER2 hanya dibagi menjadi dua kategori yaitu HER2 positif dan HER2 negatif, namun beberapa tahun terakhir telah dilakukan analisis lebih detail dengan kategori HER2-tinggi dan HER2-rendah.

“Sekarang terdapat kategori HER2 rendah, di mana pasien dengan ekspresi HER2 rendah (IHC 1+ atau 2+, FISH negatif) juga dapat memperoleh manfaat dari terapi bertarget HER2, yang merupakan kemajuan besar dalam bidang pengobatan kanker,” katanya Dr Andhika. Jakarta, Selasa (9/10/2024).

Kanker payudara kategori HER2 terbagi menjadi tiga, yaitu HER2 positif, HER2 negatif, dan HER2 rendah.

Pada HER2 Positif, sel kanker menunjukkan ekspresi reseptor HER2 yang tinggi.

“Pasien-pasien ini biasanya mendapat pengobatan yang ditargetkan dengan obat-obatan seperti trastuzumab,” jelas dr Andhika.

Yang kedua adalah HER2 negatif, dimana tidak terdapat ekspresi HER2 yang signifikan.

Juga HER2-rendah, kategori baru di mana sel kanker memiliki ekspresi HER2 yang rendah, yang sebelumnya dianggap HER2 negatif.

“Studi terbaru menunjukkan bahwa meskipun ekspresi HER2 rendah, pasien ini masih dapat memperoleh manfaat dari terapi bertarget. Pasien dengan tingkat HER2 rendah, yang sebelumnya tidak memenuhi syarat untuk terapi bertarget HER2, kini dapat menerima pengobatan seperti trastuzumab deruxtecan,” jelas Dr. Andhika

Dengan munculnya obat-obatan seperti trastuzumab deruxtecan, pasien dengan kadar HER2 rendah kini memiliki harapan baru, karena pengobatan memberikan hasil yang lebih baik bagi pasien yang sebelumnya tidak dapat menerima pengobatan tersebut.

Untuk menentukan kategori diagnosis seorang pasien kanker payudara, perlu dilakukan pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia (IHK) yang sangat penting dalam menentukan status HER2 seseorang.

Dalam beberapa kasus, pasien tidak menerima tes hormon lengkap atau tes HER2.

Kondisi ini dapat mengganggu pemberian pengobatan yang tepat.

Oleh karena itu, kata Dr Andhika, pemerintah dan organisasi kesehatan mempunyai peran penting dalam mendukung akses yang lebih luas terhadap tes diagnostik dan pengobatan yang tepat.

“Sebelumnya, pasien dengan HER2 rendah atau HER2 negatif (IHC 0) tidak dipertimbangkan untuk pengobatan HER2, namun dengan dikembangkannya pengobatan baru seperti trastuzumab deruxtecan, pasien dengan HER2 rendah kini memiliki kemungkinan untuk menerima pengobatan ini,” jelas Dr. Andhika. .

Trastuzumab deruxtecan akan bekerja dengan mengikat reseptor HER2, meskipun ekspresi HER2 rendah (misalnya, IHC 1+ atau 2+).

“Setelah ditutup, obat ini melepaskan senyawa sitotoksik yang bertindak seperti ‘misil’ untuk menghancurkan sel kanker,” ujarnya.

Dr Andhika melanjutkan, pendekatan pengobatan kanker payudara menjadi lebih tepat dan fokus.

Dalam pengobatan trastuzumab, pasien menerima pengobatan selama 1 tahun, biasanya dibagi menjadi beberapa pemberian, kira-kira 17 kali selama periode ini.

“Namun, semua respons terhadap pengobatan harus dipantau, termasuk dengan tes seperti IPC,” kata dr Andhika.

Setelah pengobatan awal, kanker payudara dapat kembali dan bermetastasis ke organ lain, seperti hati atau tulang. Dalam kasus ini, biopsi baru seringkali diperlukan untuk menentukan apakah kanker yang muncul memiliki karakteristik yang sama dengan kanker aslinya.

“Biasanya banyak pasien yang tidak mau melakukan biopsi lagi, karena lelah secara fisik dan mental, setelah menjalani pengobatan sebelumnya seperti kemoterapi atau radioterapi,” jelasnya.

Dr Andhika mengatakan pengobatan kanker, termasuk terapi hormon, dapat menimbulkan efek samping psikologis yang signifikan. Pasien sering kali menderita kelelahan mental dan beberapa mengalami perubahan suasana hati yang ekstrem, seperti depresi atau pikiran untuk bunuh diri.

“Hal ini terutama terjadi pada pasien yang menjalani pengobatan hormonal, karena pengobatan ini dapat mempengaruhi keseimbangan hormonal tubuh sehingga menimbulkan sensasi yang mirip dengan yang dialami oleh orang hamil atau menopause,” kata dr Andhika.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *