TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seorang ibu dan putranya pemilik rumah tiga lantai di Kampung Telok Gongnan, Desa Pejagaran, Kecamatan Pengalingan, Jakarta Utara (Yakutia), ternyata menjadi pengemis.
Ibu dan anak tersebut menjadi pengemis dengan dalih membayar obat ibunya. Pasangan ini sebelumnya ditangkap karena penyerangan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
Hal itu diketahui saat Suku Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Sosial, Pengawasan dan Pengendalian (Satgas P3S) Jakarta Utara mendatangi rumah ibu dan anak yang sehari-hari mengemis.
“Sang ibu menjadi pengemis karena setiap hari harus membeli obat, kemudian diketahui mereka tergolong keluarga sehat. Mereka tidak termasuk dalam kategori yang terdaftar di DTKS atau data kesejahteraan sosial komprehensif.” , Kepala Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta, dikutip wartakotalive.com, Sabtu (10/8/2024).
Oleh karena itu, tindakan preventif harus segera dilakukan agar mereka tidak kembali mengajukan permintaan.
Mr Premi mengatakan: “Pihak berwenang telah mengambil beberapa langkah: upaya pencegahan, penyediaan layanan kesejahteraan sosial, bimbingan, pengendalian dan pemeriksaan ketertiban umum dan bimbingan lebih lanjut.
Premi mengatakan, pekerjaan ini mengacu pada Pasal 6 Ayat 1 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 169 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengelolaan PMKS.
“Kami telah melakukan pemantauan dan pengawasan di sekitar Kelapa Gading dan Muara Karang sejak Juni untuk upaya pencegahan,” ujarnya.
Premi mengaku pihaknya memberikan layanan kesejahteraan sosial melalui asesmen dan supervisi pendidikan.
Ibu dan anak tersebut pun mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak akan lagi berjalan di jalan tersebut.
Diketahui, Satpol PP Provinsi DKI Jakarta telah melaksanakan operasi tertib sejak 1 hingga 31 Agustus 2024 dengan menyasar pihak-pihak yang melanggar Pasal 7 Ayat 1 Perda Nomor 8 Tahun 2007.
Aturan tersebut melarang orang atau kelompok yang tidak berkepentingan untuk mengatur lalu lintas di persimpangan jalan, tikungan atau belokan dengan maksud menuntut imbalan atas jasanya.
Ketua Satpol PP DKI Jakarta Arifin mengatakan, pihaknya terlibat dalam penegakan Pasal 40 huruf a Perda Nomor 8 Tahun 2007 yang menyasar pengemis, sopir bus, pedagang kaki lima, dan tukang bersih-bersih.
Kemudian Ariffin mengatakan pada huruf (b), tidak boleh menyuruh orang lain menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, dan tukang sapu mobil.
Sedangkan huruf (c) membeli barang dari orang yang mencari uang, atau memberikan uang atau barang kepada pengemis, pengendara sepeda motor, dan tukang kain.
“Mereka (pelanggar Perda) akan kami proses dengan tindakan disipliner perdata. Kenapa disebut demikian karena kalau terbukti melanggar Perda, yang pertama dilakukan adalah melatihnya,” ujarnya, Kamis. .
Dia menambahkan: “Kami akan mengeluarkan surat peringatan dan mendidik bahwa tindakan ini merupakan pelanggaran Peraturan Wilayah 8 tahun 2007.”
Ariffin melanjutkan, jika petugas pengawas dan patroli terus melakukan tindakan ilegal, maka polisi akan menindak pelakunya.
Mereka dibawa ke panti sosial dimana mereka akan diadili atas kejahatan ringan (hukuman).
Pasal 61 mengatur bahwa atas pelanggaran ini mereka (pelanggar) diancam dengan denda paling banyak 20 juta rubel dan hukuman penjara paling lama 60 hari. hakim. mereka,” katanya.
Ariffin menambahkan, operasi tersebut untuk menjaga ketentraman dan ketertiban masyarakat di Jakarta serta tidak menimbulkan ketidaknyamanan masyarakat.
Oleh karena itu, dia mengharapkan semua pihak menaati aturan.
“Yang pasti, segala sesuatu yang kami lakukan untuk masyarakat dilakukan dalam bentuk tindakan yang santun, penuh hormat, dan manusiawi, tanpa cara-cara yang sombong. Niat kami untuk menjadikan Jakarta lebih tertib, khususnya di jalanan,” tutupnya .
Artikel tersebut dimuat di TribunJakarta.com dengan judul “Ibu dan Anak Menjadi Pengemis Beli Obat Tapi Ternyata Punya Rumah Tiga Lantai di Penjalingan, Jakarta Utara”