Punya Nilai Ekonomi Rp750 Triliun, Ini Upaya Kemenperin Dorong Industri Sawit Berkembang

Laporan Reporter Tribunnews.com Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan nilai ekonomi penyulingan minyak sawit melebihi Rp 750 triliun per tahun.

Direktur Jenderal Agroindustri Kementerian Perindustrian Putu Julie Ardika mengatakan nilai ekonomi minyak sawit ini setara dengan 3,5 persen produk domestik bruto (PDB) negara dan akan mencapai Rp 20.000 triliun pada tahun 2023.

Hal itu disampaikan Putu Juli saat diskusi “Strategi Lanjutan Gerakan Hilirisasi CPO” yang digelar di Kementerian Perindustrian DKI Jakarta, Kamis (20/06/2024).

“Nilai ekonomi sektor penyulingan kelapa sawit akan mencapai Rp750 triliun per tahun atau setara dengan 3,5 persen pendapatan nasional pada tahun 2023, mencapai Rp20,892 triliun per tahun,” ujarnya.

“Jika nilai minyak sawit dan produk sawit dikurangi dari total nilai ekspor suatu negara, maka neraca perdagangan akan menjadi tidak seimbang,” lanjutnya.

Tidak hanya itu, pekerjaan di sektor kelapa sawit mulai dari ekstraksi hingga penyulingan mendukung penghidupan hampir 4,2 juta orang dan mendukung 20,8 juta masyarakat India.

Faktanya, industri kelapa sawit menyumbang devisa sebesar Rp450 triliun setiap tahunnya, terutama melalui ekspor produk olahan yang bernilai tinggi.

Menurut Putu Julie Ardika, catatan tersebut menunjukkan pentingnya ekspor sawit.

Oleh karena itu, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo, Kementerian Perindustrian telah menetapkan kebijakan industri kelapa sawit sebagai prioritas nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 10.74 Tahun 2022 tentang Program Industri Nasional 2020-2024.

Selama 10 tahun terakhir, Kementerian Perindustrian telah mendorong pembentukan atau perluasan sektor pengolahan kelapa sawit melalui insentif finansial dan non finansial, termasuk pemberian investasi berupa pungutan bea keluar, yang mendukung pertumbuhan kelapa sawit. produksi. industri pengolahan. populasi di DN.

Lebih lanjut, kelompoknya menyebutkan ada dua indikator utama kemunduran industri sawit.

Pertama, penyesuaian tarif pajak ekspor yang terus dilakukan pada tahun 2011, dan kedua, kombinasi kebijakan retribusi pertanian yang dilakukan BPDPKS dan kebijakan mandatori biodiesel mencapai 35 persen (B35). .

Pada lapis kedua ini, industri pengolahan kelapa sawit akan tumbuh lebih cepat dan fokus pada pengelolaan pasokan dan permintaan untuk menjaga harga jual tandan buah segar pada tingkat yang terjangkau oleh petani kecil.

“Kementerian Perindustrian juga berhasil mengatur produksi ekspor minyak sawit (RBD Palm Olein) pada masa wabah akhir tahun 2021 hingga 2022,” kata Putu Juli Ardika.

“Kementerian Perindustrian telah memperkenalkan Sistem Informasi Minyak Goreng Atsiri (SIMIRAH) sebagai platform untuk mengelola pasokan dan harga minyak goreng serta bahan bakunya di tingkat nasional serta mendukung pengambilan keputusan secara real time, transparan, dan informasi. tata krama. partisipasi masyarakat,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *