TRIBUUNNEWS.COM, JAKARTA – Masyarakat diimbau berhati-hati. Dan jangan menilai diri sendiri dengan membuat trend yang viral jika ingin menyampaikan keluhan.
Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman yang bisa berujung pada penuntutan.
“Dikhawatirkannya pelaku usaha punya bukti lain dan malah berbalik. Itu yang harus diwaspadai, kata pengamat konsumen Arief Safari kepada wartawan. Pada Kamis (15/8/2024)
Konsumen berhak menyampaikan keluhan jika menerima produk yang tidak sesuai kualitas.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999. Namun, ada langkah yang harus dilakukan konsumen.
Aref menjelaskan, konsumen sebaiknya mengadu langsung ke produsen atau pelaku usaha jika merasa haknya dilanggar.
Artinya, masyarakat tidak segera mendokumentasikannya dan mempublikasikannya secara luas kepada publik.
Maksudnya bukan diviralkan, tapi diberitakan. Bicara dulu dengan pelaku usaha, ujarnya.
Lanjut Arief, jika tidak ada solusi, laporkan dan minta dukungan ke lembaga perlindungan konsumen non pemerintah (LPKSM), seperti Yayasan Konsumen Indonesia (YLKI) atau lembaga LPKSM lainnya.
Anda juga bisa mengajukan pengaduan ke pemerintah, misalnya ke Badan Perlindungan Konsumen di Departemen Perdagangan. atau Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN).
Tujuan dari dukungan ini adalah agar lembaga ini dapat menindaklanjuti dengan konsumen untuk berbicara kembali dengan operator untuk menyelesaikan permasalahannya, ujarnya.
Mantan Koordinator Komite Komunikasi dan Edukasi BPKN ini melanjutkan, jika penyelesaian ini tidak terealisasi maka akan ada litigasi di pengadilan. Atau bisa juga melalui jalur no sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di masing-masing provinsi.
Arif menegaskan, warga berani bertanggung jawab jika tidak mengajukan pengaduan setelah langkah tersebut.
Lanjutnya, produsen atau pelaku usaha pun berhak menolak informasi yang dipublikasikan.
“Kalau viral berarti mereka (konsumen) yang bertanggung jawab atas informasi yang viral? Kalau tidak benar berarti pengusaha berhak menggugat dan menggugat permasalahan yang ada” berdasarkan UU ITE, ujarnya.
Sebelumnya, beredar video viral di media sosial tentang produk AMDK yang mengandung belatung berwarna hitam yang diunggah oleh seorang konsumen.
Namun, mengikuti Konsumen menyulitkan produsen untuk mendeteksi ketidakkonsistenan pada produk yang mereka terima.
Setya Indra Arifin, pakar hukum pidana Universitas Nahdlatul Ulama, Indonesia memperingatkan kemungkinan pelanggaran pidana bagi seluruh konsumen yang menyebarkan informasi yang tidak faktual.
Ia menjelaskan, unggahan tersebut dapat mempengaruhi citra diri seseorang. dan mencoreng nama baik individu atau lembaga tertentu.
“Jika itu masalahnya. Dia bisa dituntut karena pencemaran nama baik. Dan menurut saya akan lebih bahaya lagi jika yang diucapkan adalah pencemaran nama baik, ujarnya.