PT Timah Kerap Libatkan TNI-Polri Untuk Tindak Tambang Ilegal, Tapi Informasinya Selalu Bocor

Wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Staf Sekretariat Divisi Pengamanan PT Timah Tbk Sumadi mengatakan pihaknya kerap melibatkan TNI-Polri untuk membongkar ranjau ilegal di wilayahnya.

Hal itu diungkapkan Sumadi saat hadir sebagai saksi dalam sidang perdagangan timah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TPCOR) Jakarta, Rabu (4/9) bersama mantan Kepala Dinas Banka Belitung ESDM, Amir Sayabana dan Suranto Wibowo. /2024).

Sumadi mengatakan, keterlibatan polisi dan TNI dalam rangka operasi gabungan untuk menertibkan praktik penambangan liar yang kerap terjadi di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.

Hal itu diungkapkan Sumadi saat ditanya tim kuasa hukum Amir Sayabana soal keterlibatan aparat kepolisian dalam pengamanan tambang ilegal.

“Soal keamanan, diantar kemana pak?” tanya tim kuasa hukum Amir di ruang sidang.

“Kami sudah mendatangi Polda, Badan POM dan Kuorum untuk mengkoordinasikan operasi membantu aparat penegak hukum (APH), Pak,” jawab Sumathi.

“Bantuan APH. Apa hubungannya dengan itu?” Tim hukum menuntut.

“Ada kaitannya dengan penambangan liar,” kata Sumathi.

Selain itu, tim kuasa hukum Amir berupaya mengusut permintaan bantuan keamanan dari kepolisian daerah.

Tim kuasa hukum menanyakan ke bagian mana PT Thima pergi saat meminta bantuan keamanan ke kepolisian daerah.

“Lalu suratnya dikirim ke Polda. Polda bagian mana Pak? Bareskrim atau Bareskrim?” Tim hukum menuntut.

Sumadi menjelaskan, pihaknya sudah menyurati langsung Kapolda untuk meminta bantuan keamanan.

Namun Sumathi tak merinci nama Kapolda yang dimaksud.

Sebab saat itu ada surat yang dikirimkan petugasnya untuk meminta bantuan keamanan, ujarnya.

“Kami langsung ke Kapolda, Pak. Biasanya kami ke Kabag Operasi,” kata Sumathi.

“Siapa yang mengirimkannya, Ayah?” Sekali lagi tanyakan pada tim kuasa hukum.

“Pak, sudah dikirim beberapa staf,” kata Sumathi.

“Anda tahu ke mana karyawan tersebut melaporkan bahwa Anda mengirimnya?” tanya pengacara itu.

“Itu ke Kapolda, Pak,” kata Sumathi.

“Apakah dia tidak memberi pengarahan kepada tim kuasa hukum?”

“Tidak, ke Kapolda ke staf Kapolda,” kata Sumathi.

Sumathi pun mengakui, operasi gabungan yang melibatkan APH kerap dilakukan.

Namun, informasi mengenai rencana operasi gabungan sering kali bocor, katanya, sehingga menyebabkan para penambang ilegal meninggalkan lokasi sebelum pihak berwenang tiba.

Sumathi melanjutkan, saat tim gabungan sampai di lokasi, yang ditemukan hanya peralatan yang digunakan para penambang liar.

“Apakah Anda pernah mendengar adanya operasi gabungan atau operasi khusus?” Tim hukum menuntut.

Kombinasi ada kalau mau operasi gabungan Pak, tapi sering tenggelam, kata Sumathi.

“Apa maksudmu jangan sering berdarah?” Mintalah tim hukum untuk mengonfirmasi.

“Saat kami ke kediaman, yang ada hanya peralatan,” kata Sumathi.

Maksudmu informasinya bocor? Tim hukum menuntut.

“Informasi” kata Sumathi.

Sumadi mengatakan, operasi gabungan yang melibatkan TNI-Polri dilakukan secara rutin, khususnya pada periode 2022.

Hal ini dilakukan karena di kawasan IUP PT Timah sering terjadi kerusakan lingkungan akibat penambangan liar.

“Kami sering meminta bantuan bersama, Pak,” kata Sumathi.

“Seringkali tim kuasa hukum menanyakan tahun berapa.

Sumathi menjawab: “Setahu saya tahun 2022.

“Tapi tahukah Anda berapa besar kerusakan lingkungan di Banga Belitung yang dilimpahkan ke tim kuasa hukum?”

“Saya sudah lama mengetahuinya,” kata Sumathi.

“Akan ada operasi penindakan baru pada tahun 2022, kan?” Mintalah tim hukum untuk mengonfirmasi.

“Iya” kata Sumati.

Dalam dakwaan JPU terhadap para terdakwa terungkap mereka bersekongkol dengan 21 pihak lain untuk melakukan penipuan.

Pihak-pihak tersebut antara lain mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Aryono; Pj Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, Rusbani; Supianto, Pj Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode Januari 2020 hingga Juli 2020.

Selanjutnya PT Timah, Alwin Albar (ALW) sebagai Direktur Operasional tahun 2017, 2018 dan 2021 serta Direktur Pengembangan Bisnis tahun 2019 hingga 2020; Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim (HLN); Perwakilan PT Rafine Banka Tin (RBT), Hendry Lye; Pemilik PT Tinindo Inter Nusa (TIN), Hendry Ly (HL); Pemasaran PT TIN, Fandi Linga (FL); M Riza Pahlavi Tabrani (MRPT) sebagai Presiden Direktur PT Tima periode 2016 hingga 2021.

Setelah itu, Emil Emindra (EE) sebagai Direktur Keuangan PT Timah Tbk pada tahun 2017 hingga 2018; Hasan TG (HT) sebagai Direktur Utama CV VIP; Kwang Yung alias Byung (BY) sebagai mantan komisaris CV VIP; Gunawan (MBG) PT sebagai Ketua SIP; Suvito Gunawan (SG) sebagai Komisaris PT SIP; Robert Indarto (RI) sebagai Pimpinan PT SBS; Rosina (RL) selaku General Manager PT TIN; Suparta (SP) sebagai Direktur Utama PT RBT; Reza Andriansya (RA) sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT RBT; Tamron Alien Ion sebagai pemilik CV VIP; dan Ahmad Albani (AA) sebagai Manajer Operasional CV VIP.

Mereka diduga bersekongkol melakukan penambangan timah ilegal di Bangka Belitung pada 2015 hingga 2022.

Akibatnya, negara merugi hingga Rp300 triliun sepanjang 2015 hingga 2022, berdasarkan laporan audit perkiraan kerugian keuangan negara akibat dugaan korupsi sistem tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk. Nomor: PE.04.03/S -522/D5/03/2024 28 Mei 2024.

Atas perbuatannya dikenakan Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor, Pasal 18 UU Tipikor, dan Pasal 3 Tambahannya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *