PT RBT yang Diwakili Harvey Moeis Gelontorkan Rp 3 Miliar Untuk Hewan Kurban dan Sumbangan Sembako

Laporan reporter Tribunnews.com Fahmi Ramadhan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Refined Bangka Tin (RBT) yang diwakili Harvey Moeis dikabarkan telah memberikan donasi sebesar Rp3 miliar untuk keperluan pemotongan hewan ternak dan penyediaan sembako.

Hal itu diungkapkan Manajer Keuangan PT RBT Ayu Lestari Yusman saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) hadir sebagai saksi kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/9/2024).

Masalah penghamburan uang untuk pengangguran pertama kali diungkap Ayu setelah ditanyakan Ketua Hakim Eko Aryanto di pengadilan.

Hakim Lagos menanyakan kepada Ayu berapa dana yang dikeluarkan PT RBT selama ini.

“Uang yang keluar sebagian besar untuk kebutuhan operasional seperti membayar upah pekerja, membayar listrik, membeli bahan baku kebutuhan produksi,” kata Ayu.

Hakim kemudian mendalami persoalan belanja PT RBT untuk Corporate Social Responsibility (CSR).

Hakim menanyakan berapa besaran dana yang dikeluarkan PT RBT untuk kontribusi CSR tersebut.

“Pastinya perusahaan punya CSR kan?” tanya hakim.

“Ada CSRnya,” jawab Ayu.

“CSR itu seperti apa? Atau berapa biayanya setiap tahunnya?” tanya hakim lagi.

“Setiap tahun berubah tergantung permintaan,” kata Ayu.

Sebab, saksi dengan jelas menyebutkan jumlah uang yang dikuasakan oleh PT RBT.

Hakim Lagos juga meminta Ayu agar perusahaan selalu menyisihkan dana sendiri untuk dana hibah CSR.

“Berapa rata-rata dana CSR yang dibelanjakan setiap tahunnya?” Hakim bertanya.

“Karena saya tidak membawa datanya, maka saya periksa saja Yang Mulia,” kata Ayu.

“Berapa?” tanya hakim.

Mungkin selisihnya sekitar RP 2 miliar, Rp 3 miliar, Rp 2 miliar, jelas saksi.

Hakim yang penasaran lalu bertanya kepada Ayu untuk apa PT RBT mengeluarkan uang CSR miliaran itu.

Ayu menjelaskan, kelompoknya menggunakan uang tersebut pada Idul Adha dan sumbangan sembako.

“Yang saya ingat pada Idul Adha adalah pengorbanan Yang Mulia dan bantuan sembako yang terus berlanjut,” kata Ayu.

Peran suami penyanyi Sandra Dewi, Harvey Moeis, dalam kasus korupsi timah yang merugikan negara Rp 300 triliun sangatlah penting.

Harvey Moeis diketahui merupakan perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT) yang bertemu dengan petinggi perusahaan pelat merah PT Timah, yakni Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku CEO dan Alwin Albar selaku Chief Operating Officer.

Dalam pertemuan itu dibahas tawaran PT Timah kepada beberapa perusahaan swasta logam untuk menempatkan lima persen kuota ekspor timahnya di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.

Selain itu, Harvey Moeis juga mengkoordinasikan biaya perlindungan penambangan ilegal sebesar $500 hingga $750 per lot.

Harvey Moeis menerima uang dari lima perusahaan metalurgi swasta, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.

Kontribusi keuangan dari lima perusahaan dicatat seolah-olah merupakan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Harvey Moeis juga diduga memprakarsai kerja sama penyewaan fasilitas produksi timah antara PT Timah dengan perusahaan baja swasta.

Faktanya, kelima perusahaan tersebut belum memiliki Competent Persons (CPs) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang berlaku.

Namun berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian negara akibat penanganan timah dalam kasus ini mencapai 300 miliar.

Perhitungan tersebut berdasarkan laporan pemeriksaan perhitungan kerugian keuangan negara dalam kasus timah yang termuat dalam nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tanggal 28 Mei.

Kerugian negara yang dikemukakan jaksa antara lain kerugian kerjasama fasilitas sewa dan pembayaran bijih besi.

Tak hanya itu, jaksa juga mengungkap kerugian negara akibat kerusakan lingkungan hidup mencapai 271 triliun. Hal ini mengikuti penilaian para ahli lingkungan.

Atas perbuatannya, Harvey Moeis dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 sesuai Pasal 18 Undang-Undang Pencegahan Korupsi sesuai Pasal 55 ayat (1) ayat (1) KUHP terkait dugaan pengrusakan.

Selain itu, ia juga dijerat dengan tindak pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait praktik penyembunyian uang hasil korupsi, yakni Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Uang. pencucian juncto Pasal 55 ayat (1) ke -1 KUHP.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *