TRIBUNNEWS.COM – Psikolog forensik Reza Indragiri menduga bukti percakapan ponsel terpidana kasus Vina disembunyikan secara hati-hati oleh oknum penegak hukum.
Oleh karena itu, Reza meminta polisi bertindak cepat dan mengubah nasib para terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky pada 2016 lalu.
Hal itu diungkapkannya dalam acara Diskusi Publik yang disiarkan langsung Kompas TV, Jumat (8-2-2024).
Menurut Reza, seharusnya Polri mengusut kasus Vina Cirebon secara hukum.
Reza mengatakan, “Dengan kerendahan hati, berulang kali melakukan peninjauan hukum secara wajar, proporsional, dan profesional. Apakah kasus Cirebon tahun 2016 sudah ditangani dengan benar?” katanya.
“Saya berharap Polri dengan rendah hati melakukan penyidikan dan membenarkan pernyataan atau kritik Listyo Sigit bahwa pengungkapan kasus Cirebon 2016 tidak sepenuhnya sesuai kaidah ilmiah.”
Reza mengatakan Polri tidak perlu menunggu narapidana mengajukan peninjauan kembali (PK) atas kasus ini.
Menurutnya, Polri justru harus mengerahkan dan mengungkap bukti-bukti baru terkait kasus Vina.
“Menurut saya ini hal baru, dan kalau hal baru, maka Polri daripada menunggu terpidana dan penasihat hukum bekerja, akan mengambil langkah cepat untuk membawa hal baru itu ke pengadilan perdata untuk memulai peninjauan kembali. . ”, jelasnya.
“Peran sentralnya dipegang oleh Polri.”
Dia mengatakan tindakan ini akan membuka peluang untuk mengubah nasib para terpidana kasus Vina.
Siapa tahu hasilnya akan mengubah kesimpulan kita terhadap kasus Cirebon 2016 180 derajat dan juga membuka kemungkinan membalikkan nasib para terpidana.
Dalam kesempatan itu, Reza juga memaparkan firasatnya terkait bukti-bukti percakapan antar terpidana kasus Vina.
Dia menduga barang bukti tersebut ditahan polisi.
Kecurigaan saya, kebaruan itu sudah ada di salah satu laci penegakan hukum, jelasnya.
“Khususnya barang bukti baik dari perangkat milik tersangka maupun komunikasi elektronik almarhum Eky dan almarhum Vina.”
“Kecurigaan saya, bukti detail komunikasi elektronik sudah disimpan di salah satu lembaga penegak hukum,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Reza berharap polisi bersedia mengumpulkan bukti percakapan tersebut dan membawanya ke ruang sidang.
Buka, bawa ke pengadilan, ubah nasib terpidana, ujarnya. Fakta Kasus Saka Tatal
Inilah fakta kasus Saka Tatal PK pada Kamis (8/1/2024).
1. Prof.Mudzakkir saat ini
Dalam sidang kemarin, Prof Mudzakkir hadir atas nama Saka Tatal sebagai saksi ahli hukum pidana Universitas Indonesia (UI).
Mudzakkir mengatakan, putusan baru yang diajukan pengacara Saka Tatal dalam kasus PK juga harus memastikan pembacaan Mahkamah Agung lebih komprehensif berdasarkan pertimbangan judex juris dan judex facti.
Mudzakkir pun membenarkan langkah Saka Tatal dan pengacaranya dalam mencari keadilan dengan mengajukan PK.
2. Pembunuhan tidak dicurigai
Farhat Abbas, salah satu pengacara Saka Tatal, mengatakan kematian Vina dan Eki mungkin tidak ada hubungannya dengan pembunuhan.
Selain itu, klaim ini juga didukung oleh keterangan ahli.
“Ada pukulan keras yang menyebabkan patah tulang dan gesekan, tidak ada luka memar (hanya goresan),” kata Farhat.
Farhat menilai, adanya cairan atau air mani laki-laki dalam kejadian tersebut, menurutnya, menyebabkan kejadian tersebut berujung ricuh.
“Air mani ini membuat masyarakat, termasuk hakim, mengira itu hasil pemerkosaan sehingga menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup kepada terpidana,” kata Farhat.
3. Harapan akan keadilan
Usai sidang, Saka Tatal dan keluarga tampak lega.
Dia dan keluarganya berharap kebenaran segera terungkap.
Tak hanya itu, mereka juga ingin PK ini diterima.
“Mungkin waktunya telah tiba, ini takdir. Saya akan melakukan apa pun demi kebenaran.”
Saka Tatal berkata: “Saya berharap PK ini diterima.”
4. Iman PK Saka Tatal diterima
Terkait permasalahan tersebut, mantan Wakil Kapolri Komjen Pol Purn Oegroseno meyakini PK Saka Tatal akan dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA).
Menurutnya, hakim bukanlah robot, ia harus mempunyai hati nurani untuk bisa menangani kasus ini dengan adil.
“Ya, saya melihat situasi ini. Hakim melihat situasi masyarakat. Apa faktanya. Hakim bukan robot. Dia manusia. Dia berbicara dengan hati nuraninya.”
“Kalau boleh saya bilang begitu, bisa jadi ini sama dengan putusan kemarin menunggu sidang Pegi Setiawan. Akhirnya PK diterima dan terpidana Saka Tatal tidak pernah melakukan tindak pidana sehingga harus mendapat ganti rugi dan rehabilitasi,” kata Oegroseno, Kamis. (1/8/2024). ).
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Galuh Widya)