TRIBUNNEWS.COM – Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengutarakan keluh kesahnya saat persidangan kasus memuaskan yang menjeratnya.
Di hadapan hakim Pengadilan Tipikor (Tipikor), SYL mengaku merupakan menteri termiskin di kabinet senior Indonesia pimpinan Presiden Joko Widodo.
Pasalnya, rumah yang dimilikinya di BTN Makassar merupakan rumah yang ia tinggali selepas menjabat Gubernur Sulawesi Selatan.
SYL pun mengaku, di usianya yang sudah 70an, ia hanya akan mencicil rumahnya.
“Yang Mulia, saya terkejut mengetahui bahwa saya adalah salah satu menteri yang termiskin. Ketika saya menjadi gubernur, rumah saya di BTN, Makassar.”
“Saya hanya mencicil saja. Saya berharap ketika perjalanan saya selesai, ketika saya berusia 70 tahun, saya bisa datang ke sini dan mencicilnya.”
“Saya mengabulkan, Yang Mulia,” kata SYL saat sidang di Pengadilan Tipikor, Senin (24 Juni 2024), dilansir Kompas.com.
Ini bukan tentang pendeta termiskin. SYL pun mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap Presiden Joko Widodo.
Sebab, SYL menilai Presiden Joko Widodo patut mendapat pujian atas prestasi yang telah ditunjukkannya selama ini sebagai Menteri Pertanian.
SYL mengaku mengadu kepada Joko Widodo di hadapan hakim: “Saya tidak mendakwa Yang Mulia, tapi negara harus memberikan kompensasi kepada saya.”
SYL selanjutnya menunjukkan dukungan dari Kementerian Pertanian (Kementan) yang berhasil memberikan subsidi tahunan kepada negara sebesar Rp 15 triliun.
Besaran bantuan Kementerian Pertanian juga dinilai SYL tidak sesuai dengan korupsi Rp 44 miliar.
“Menurut data BPS yang saya peroleh atas izin Yang Mulia, jumlah yang saya sumbangkan tidak kurang dari KRW 15 triliun per tahun. Saya ingin menuntut keadilan karena meminta KRW 44 miliar selama 4 tahun, termasuk parfum, dll.”
SYL menegaskan, “Kalian tidak perlu menghormati saya. Saya siap masuk penjara. Tapi saya menghormati apa yang dikatakan orang-orang ini.”
SYL membeberkan Joko Widodo dalam persidangan korupsi dan mengeluarkan perintah.
Perintah Presiden Joko Widodo itu kembali diterapkan dalam persidangan kasus SYL yang didakwa korupsi.
SYL menghadirkan Agus Surono, pakar kriminologi Universitas Pancasila, untuk diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (6 Desember 2024).
“Ini izin raja, ini perintah presiden, ini perintah pemerintah, ini perintah negara, dan kalau benar, maka hanya menteri junior yang bisa menentukan apakah menteri sendiri atau presiden yang bertanggung jawab?” SYL berkata di persidangan:
Agus ahli dan menjawab pertanyaan SYL dengan biasa-biasa saja.
Ia mengatakan, dalam berbagai perkara pidana seringkali terdapat kesenjangan baik hukum administrasi maupun hukum perdata.
“Semoga Yang Mulia mengabulkannya,” kata Agus.
Tak puas dengan jawabannya, SYL menyampaikan bahwa tindakannya sebagai menteri adalah untuk kepentingan rakyat.
Dia mengatakan ada 287 juta orang yang kondisi pangannya berisiko kecuali ada tindakan khusus yang diambil.
“Saat ini pangan 287 juta orang terancam,” ujarnya. Kami masih mencoba mengambil keputusan. Bisakah kita mengabaikannya dengan pendekatan kejahatan tunggal? Atau haruskah hal ini tetap diperlakukan sebagai kebalikan dari ketentuan hukum yang ada? kata SIL.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Agus menjelaskan esensi ilegalitas bisa hilang jika seseorang bertindak demi kepentingan umum.
“Oleh karena itu, jika prinsip yang saya sampaikan diikuti, maka ilegalitas akan hilang. Asas yang terpenting adalah asas kepentingan umum. prinsip keadilan, dll,” kata Agus.
Untuk informasi Anda; SYL tidak pernah sekalipun menyinggung kebijakan atau perintah Presiden Joko Widodo selama pengusutan kasus ini.
Dalam sidang sebelumnya yang digelar pada Rabu (5 Agustus 2024), SYL sempat mendalilkan dibutuhkan dana negara ratusan juta rupiah untuk perjalanan tersebut, atas permintaan Presiden Joko Widodo.
Ia mengaku berangkat ke Brazil untuk menyelesaikan permasalahan pertanian Indonesia.
Permasalahannya adalah kenaikan harga pangan.
“Perjalanan ke Brasil ini akan berlangsung selama 34 jam. Tahukah Anda? Saya perintahkan kepada negara dan presiden, dan itu adalah hasil dari keputusan Ratas,” kata SYL dalam persidangan tipikor, Rabu (8/5/2024). Pengadilan Pemberantasan Korupsi Jakarta
SYL menambahkan, “Ada permasalahan dalam negeri seperti kenaikan harga tahu.”
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Ashri Fadilla)(Kompas.com/Singgih Wiryono)
Baca berita lainnya tentang dugaan korupsi di Kementerian Pertanian.