Propam Polda NTT Buka Suara soal Pemecatan Ipda Rudy Soik Diduga Karena Ungkap Mafia BBM

 

Laporan jurnalis Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Propam Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), Kompol Robert A. Sormin menyoroti proses hukum sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP) yang melibatkan Ipda Rudy Soik hingga putusan Pemecatan. Tanpa Rasa Hormat (PTDH).

Robert menegaskan, kasus ini berbeda dengan kasus-kasus sebelumnya, apalagi pemberitaan media sosial menyoroti penanganan kasus yang dilakukan sejumlah oknum.

Pihaknya menelusuri informasi yang beredar dan hasil audit menunjukkan terdapat perbedaan mekanisme pengelolaan yang diterapkan. 

“Kami menemukan prosedur yang seharusnya dilakukan tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada,” ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (14/10/2024).

Proses penyidikan melibatkan saksi-saksi yang memberikan informasi bahwa tindakan yang dilakukan oknum anggota Polda tersebut tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP). 

“Kami tegaskan, pencopotan ini bukan karena intervensi pihak luar, tapi jelas-jelas melanggar mekanisme,” jelas Robert.

Dari hasil Sidang Komisi Kode Etik juga diketahui bahwa anggota Ipda Rudy Soik banyak mendapat sanksi sebelumnya, termasuk sanksi pidana. 

Kompol Robert mengingatkan semua pihak untuk tidak menganggap pemecatan itu terkait dengan tindakan sewenang-wenang polisi. 

“Kami ingin masyarakat memahami bahwa semua tindakan tersebut berdasarkan bukti dan proses hukum,” imbuhnya.

Dalam persidangan, para saksi juga menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oknum tersebut bertentangan dengan aturan yang berlaku, dan meninggalkan proses persidangan saat dakwaan dibacakan. 

Hal ini menambah bobot alasan pemecatan yang diambil Polda NTT.

Komisaris Robert menekankan pentingnya penerapan mekanisme hukum yang baik dan transparan. 

“Kami berharap informasi ini dapat diterima masyarakat dan mengedukasi mereka tentang pentingnya menaati prosedur hukum,” ujarnya.

Mafia BBM diduga telah terbongkar

Ipda Rudy Soik dijatuhi hukuman pemberhentian atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) sebagai anggota Polda NTT. 

Sidang PTDH Rudy Soik digelar di ruang Direktorat Tahti Lantai II Polda NTT yang digelar dalam sidang Komisi Kode Etik Polri, Jumat (11/10/2024).

Isu yang mengemuka adalah Ipda Rudy Soik dipecat karena mengungkap kasus Mafia Bahan Bakar Minyak (BBM).

Meski begitu, Kabid Humas Polda NTT Kombes Pol Ariasandy mengatakan alasan pemecatan Rudy Soik.

Rudy Soik dinilai melanggar kode etik profesi Polri berupa tidak profesional dalam penyidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan memasang garis polisi di tempat milik Ahmad Anshar dan Algajali di Alak. Desa dan Desa Fatukoa. .

Rudy dinilai melanggar Pasal 13 ayat 1, Pasal 14 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri junto Pasal 5 Ayat (1) huruf b,c dan Pasal 10 Ayat (1 ) . ) huruf (a) angka (1) dan huruf d Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian dan Komisi Kode Etik Kepolisian.

Selain itu, Ipda Rudy juga pernah dituding melakukan kecurangan saat menelusuri lokasi Ahmad penimbun bensin ilegal, warga Kecamatan Alak, Kota Kupang. Saat itu, Ipda Rudy bertugas sebagai Satreskrim KBO Polres Kupang.

Namun Ipda Rudy menilai tudingan tersebut tidak berdasar.

Setelah Ipda Rudy dan anak buahnya mengecek tempat Ahmad menyimpan bensin ilegal, mereka kembali ke Restoran Master Piece Kota Kupang untuk makan siang.

Di kawasan itu juga mereka melakukan analisis dan evaluasi (Anev).

Jarak antara Masterpiece dan Mapolda NTT hanya sekitar 100 meter, dan tempat tersebut sering digunakan ibu-ibu Bhayangkari untuk makan, kata Rudy sambil menunjukkan rekaman CCTV restoran dan izinnya.

Rudy merasa Ariasandy mengarang cerita seolah-olah telah terjadi sesuatu antara anggota Tim Reserse Kriminal Polres Kupang.

Padahal acara makan siang Master Piece diketahui Kapolres Kupang Kompol Aldian Manurung, kata Rudy.

Tuduhan makar pun dibantah Aldinan Manurung dalam jumpa pers yang digelarnya bersama sejumlah jurnalis, Kamis (4/7/2024).

“Isu yang terjadi tidak benar. Saat itu, berdasarkan surat perintah, anak buah saya sedang melakukan operasi dugaan mafia BBM ilegal di wilayah Kota Kupang,” kata Aldinan.

Rudy juga menyoroti beberapa fakta dalam kasus BBM ilegal tersebut.

Ahmad yang melakukan penimbunan itu kedapatan dekat dengan anggota Paminal Propam Polda NTT.

Bahkan, menurut Rudy, ia pernah memberikan suap senilai Rp30 juta kepada oknum Shabara Polda NTT.

Anehnya, oknum anggota Shabara dikenai sanksi disiplin, namun Ahmad tidak diadili, kata Rudy.

Rudy menegaskan, pemasangan garis polisi di tempat penyimpanan BBM ilegal merupakan bagian dari serangkaian penyidikan.

Kini dia mempertanyakan kenapa dirinya dijadikan alasan berat untuk pindah ke Papua, padahal tindakan itu dilakukan atas perintah atasannya.

“Dalam menjalankan tugas ini bukan pilihan saya, melainkan perintah atasan saya. Tapi kenapa saya yang disalahkan?” tanya Rudy.

Rudy menilai kepindahannya ke Papua diskriminatif dan menyelamatkan NTT dari mafia bahan bakar dan perdagangan manusia.

“Mengapa ini dijadikan alasan kuat untuk memindahkan saya ke wilayah operasi militer Papua atau Polda Papua?” lanjut Rudy.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *