TRIBUNNEWS.COM – Mantan Duta Besar Indonesia untuk Polandia Peter Frans Gontha menjadi Ketua Dewan Pakar Partai NasDem yang baru.
Penunjukan tersebut disampaikan Sekretaris Dewan Agung Partai NasDem (MTP) IGK Manila saat mengumumkan susunan Dewan Pakar Partai NasDem periode 2024-2029 di Menara NasDem, Jakarta Pusat, Kamis (19/09/2024). ).
IGK Manila mengatakan, pengangkatan Peter Gontha sebagai Ketua Dewan Pakar NasDem berdasarkan Surat Keputusan Ketua Partai NasDem Nomor 002 Tahun 2024 tentang Pengangkatan Pengurus Dewan Pakar Partai NasDem Tahun 2024-2029.
Namun, di antara perwakilan yang mendampingi Peter Gontha adalah mantan Duta Besar RI untuk Ekuador, Diennaryati Tjokrosuprihatono dan Yusherman.
Selain susunan kepengurusan Dewan Pakar Partai NasDem, juga diumumkan susunan pengurus dewan penasihat dan susunan pengurus DPP Partai NasDem.
“Hari ini, Kamis, 19 September 2024, sebagai Presiden, saya menyetujui Saudara, sebagai pengurus Dewan Pertimbangan, Dewan Pakar, dan Dewan Pimpinan Pusat Partai NasDem, untuk menyusun misi organisasi dan melaksanakan suatu gerakan. dari perubahan ke perubahan. Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, Kamis (19/9/2024) di Menara NasDem, Jakarta Pusat, menguraikan arah pemulihan Indonesia yang dituangkan dalam manifesto, ujarnya.
“Semoga Tuhan membantu perjuangan kami. Oleh karena itu, saya mendoakan kesuksesan bagi bangsa dan jalan mengabdi kepada bangsa.”
Lalu bagaimana profil Peter Gontha? Profil Peter Gontha
Mengutip Tribunnewswiki Peter Frans Gontha lahir pada 4 Mei 1948 di Semarang atau kini berusia 76 tahun.
Peter Gontha memiliki beberapa profesi sebelumnya.
Misalnya, dia pernah menjadi awak kapal pesiar Holland America Line di Belanda.
Kemudian, setelah belajar akuntansi di Praehap Institute di Belanda melalui program beasiswa dari perusahaan minyak dan gas Inggris Shell, ia juga bekerja sebagai karyawan di Citibank di New York.
Kariernya melejit hingga menjabat sebagai wakil presiden Express Bank untuk kawasan Asia.
Peter Gontha memulai bisnis dan sukses.
Bahkan, pada pertengahan tahun 1990-an ia dijuluki “Rupert Murdoch-nya Indonesia” atas kiprahnya di sektor media di Indonesia.
Peter Gontha merambah tidak hanya ke bisnis media tetapi juga ke industri musik tanah air dengan meluncurkan konser Jakarta Jazz International yang terkenal secara internasional.
Peter Gontha mendirikan Grup Bimantara pada tahun 1981 bersama Bambang Trihatmodjo. Perusahaan Bimantara bermitra dengan banyak pengusaha nasional yang kuat pada awal pendiriannya.
Tiga orang pengendali Grup Bimantara lainnya adalah Indra Rukmana, suami putri sulung Presiden Soeharto, Siti Hardiyanti Rukmana; Mochamad Tachril; dan Rosano Barack.
Selain mengakuisisi sejumlah saham, Peter Gontha juga menjabat sebagai wakil presiden dan direktur grup bisnis keluarga Cendana.
Sedangkan menurut Peter Gontha, bergabung dengan Bimantara pada tahun 1984 dan menjadi ketua AMEX pada tahun 1983.
Peter Gontha sebelumnya adalah Wakil Presiden Asia di American Express (AMEX) Bank.
Diketahui pula, Peter Gontha dilantik menjadi Duta Besar Indonesia untuk Polandia oleh Presiden SBY pada 15 Oktober 2014.
Peter Gontha menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Polandia selama hampir 4 tahun sebelum digantikan oleh Siti Nugraha Mauludiah pada awal tahun 2019.
Ia kemudian bergabung dengan staf Partai NasDem dan terjun ke dunia politik hingga diangkat menjadi Ketua Dewan Pakar Partai NasDem periode 2024-2029. Viral karena ada implikasi Timnas Indonesia akan dinaturalisasi
Beberapa waktu lalu, nama Peter Gontha sempat menjadi agenda publik menyinggung program naturalisasi yang tengah gencar dilakukan organisasi sepak bola utama Indonesia, PSSI.
Peter Gontha tak segan-segan melontarkan kritik pedas terhadap program naturalisasi sepak bola Indonesia.
Kritik pedas Peter Gontha terlihat di akun Instagram pribadinya @petergontha.
Di tengah kesuksesan sepak bola Indonesia, khususnya Timnas Senior yang sedang naik daun di bawah asuhan pelatih Shin Tae-yong, Peter Gontha sempat bingung kenapa kesuksesan timnas Indonesia yang kian meningkat terjadi seketika. yaitu naturalisasi.
Dalam judul yang agak panjang, Peter Gontha memberikan pandangan jernihnya mengenai program naturalisasi.
Melihatnya, pandangan Peter Gontha terhadap program naturalisasi terkesan sangat emosional dan menyindir.
Meski sudah tak bisa diakses lagi, caption yang tertulis di akun Instagram pribadinya adalah sebagai berikut:
“Maaf, saya akan menyampaikan situasi yang akan membuat marah pengikut saya, tapi tidak apa-apa mengambil risiko itu karena saya ingin melindungi kehormatan bangsa saya.”
1. Apakah Anda menyukai PSSI? (Saya suka)
2. Apakah anda cinta tanah air? (Saya suka)
3. Malu lihat 9 pemain PSSI yang dinaturalisasi asing? (Saya malu).
4. Apakah kita bangsa yang besar? (Saya pikir juga begitu)
5. Tahukah kalian bahwa naturalisasi mereka hanya bersifat sementara karena mempunyai dua paspor, begitu selesai bermain di Indonesia akan dicabut status kewarganegaraan Indonesianya?
6. Apakah Anda ingin membuang bantuan sosial di negara Anda? (Saya kira tidak demikian).
7. Bukankah lebih baik mengembangkan pemain kita dari usia muda (SD hingga dewasa) (menurut saya)?
8. Bukankah lebih baik kalah secara terhormat daripada menang atau seri sehingga merugikan kehormatan bangsa?
Saya marah karena teman saya yang orang asing mengolok-olok saya dan saya mengusirnya dari kantor karena mengolok-olok PSSI!
Semoga mendapat respon non-emosional yang baik, jangan membohongi atau membohongi diri sendiri dengan situasi SEPAKBOLA palsu kita.
Salam MERDEKA. Saya berharap pemerintahan Pak Prabowo bisa menghilangkan kebohongan dan kepalsuan tersebut!!!
Beberapa artikel muncul di Tribunnewswiki dengan judul “Peter F. Gontha”
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Igman Ibrahim/Dwi Setiawan)(Tribunnewswiki.com/Niken Aninsi)