TRIBUNNEWS.COM – Banyak sisi positif dan negatif dari usulan agar korban perjudian online bisa mendapat bantuan sosial (larangan).
Usulan tersebut pertama kali disampaikan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhajir Efendi.
Dalam usulannya, Muhajir berencana memasukkan korban perjudian online yang didanai sosial ke dalam Basis Data Sosial Terpadu (DTKS).
Ia berpendapat bahwa pemerintah harus bertanggung jawab terhadap masyarakat miskin.
Beberapa menteri dan politisi partai politik pun turut mengomentari usulan tersebut. Risma setuju
Menteri Pelayanan Sosial (Mensos) Tri Rismaharini mengaku menyetujui usulan tersebut.
Risma meyakini, korban perjudian online yang masuk kategori miskin berhak mendapatkan bantuan sosial.
Asal miskin, dia berhak berjudi online. Asal miskin, intinya tidak dilarang negara. Ya, saya siap. Risma berbicara di Pandeglang, Banten, Jumat (14/6/2024).
Untuk mendapatkan bantuan sosial, korban perjudian online harus mendaftar di DTKS.
Mantan Wali Kota Surabaya ini mencontohkan PMI korban TPPO di Malaysia.
“Iya harus ada data, tanpa data tidak mungkin,” kata Risma. Bantah Airlangga
Berbeda dengan Risma, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto langsung menolak usulan Muhadcir.
Airlangga menilai para korban perjudian online berbeda dengan rekan-rekan taksi online (ojol) yang mendapat bantuan sosial dari pemerintah.
Kalau judi online namanya judol, kalau judol tidak dapat alat seperti ojol, ujarnya sambil tertawa di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian DKI Jakarta, Jumat (14/6/2024). .com PDIP melontarkan kritik yang dinilai bodoh
Politisi PDK TB Hasanuddin pun ikut mengkritik.
Anggota Komisi I DPR RI menilai permintaan agar korban perjudian online mendapat bantuan sosial tidak masuk akal.
Hasaneddin, Jumat (14/6/2024), mengatakan, “Menurut saya tidak masuk akal. Yang jelas perjudian adalah kegiatan yang dilarang agama dan hukum.”
Ia menilai bansos bisa diartikan sebagai dukungan pemerintah terhadap para penjudi online.
TB Haseneddin mengatakan, hingga saat ini masyarakat miskin belum menerima bantuan sosial.
“Akan lebih baik dan bernilai jika bansos diberikan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan, bukan kepada pelaku judi online,” ujarnya. MUI khawatir hal itu tidak tepat sasaran
Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak setuju dengan usulan bantuan sosial bagi korban perjudian online.
Ketua Fatwa MUI Pof Asrorun Niam Sholeh sangat prihatin dengan usulan tersebut.
“Kita juga harus konsisten. Di sisi lain, kita harus menghilangkan perjudian, dan harus melakukan tindakan preventif untuk mencegah gejolak sosial,” ujarnya. Kantor MUI Jakarta Jumat (14/6/2024).
Nim yakin tidak ada yang namanya korban perjudian online.
Menurutnya, perjudian online dilakukan dengan pengetahuan penuh pelakunya.
“Kenapa kita tidak memblokirnya dulu? Tentu ini logika yang perlu dibicarakan.” Tafsir Muhajir Efendi
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Efendi mengatakan, pembahasan pembayaran bantuan sosial (bansos) bagi korban perjudian online hanyalah permintaan pribadi.
Dia memastikan usulan tersebut tidak dibahas lebih lanjut.
“Belum (berdiskusi). Itu hanya pendapat saya saja,” kata Muhadjir kepada Kompas.com, Jumat (14/6/2024).
Muhadcîr juga mengatakan, seluruh korban perjudian online tidak bisa mengakses Basis Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan menerima bantuan sosial dari pemerintah.
Dia menegaskan, mereka yang bisa menerima bansos harus memenuhi kriteria.
“Itu tidak terjadi sejak awal, kalaupun menjadi korban, tidak memenuhi kriteria untuk mendapatkan pertolongan, misalnya keluarga masih kaya,” kata Muhajir.
(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami / Fahdi Fahlevi / Gita Irawan / Chaerul Umam) (Kompas.com)