TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Awal tahun 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) mengguncang dunia politik Indonesia.
Mahkamah Konstitusi telah menghapus ketentuan calon presiden dan wakil presiden.
Dulu, sebagaimana diatur dalam UU 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dipastikan partai atau gabungan partai yang memiliki minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen hanya 100 calon presiden dan wakil presiden. dapat menghentikan mereka. Kursinya mendapat kursi DPR, akan ditentukan. suara nasional yang positif pada pemilihan parlemen sebelumnya.
Namun dengan adanya langkah terakhir MK, seluruh partai politik peserta pemilu mempunyai peluang untuk menentukan calon presiden dan wakil presiden.
Dan terpilihnya dua calon presiden dan wakil presiden serta partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak bergantung pada jumlah kursi di DPR atau jumlah suara yang diperoleh warga negara. Lalu siapa yang berhak mengangkat presiden?
Jika kita mendengarkan putusan Mahkamah Konstitusi, setiap orang berhak menjadi calon dan partai politik yang terlibat harus mencalonkannya pada pemilu 2029 mendatang.
Antara lain Prabowo Subianto, Gibran Rakabuming Raka, Amien Rais, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan lainnya.
Partai Ummat yang didirikan Amien Rais menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi terkait pencabutan sanksi yang diambil Presiden.
Keputusan ini berarti Partai Ummat bisa mencalonkan pemimpinnya tanpa memperoleh 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara pada pemilu sebelumnya.
Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi menilai keputusan MK No. 62/PUU-XXII/2024 menjadi pertanda baik demokrasi bagi Indonesia.
Ridho mengatakan, “Ini merupakan pertanda baik bagi perkembangan demokrasi di Indonesia, karena kembali menuju jalur demokrasi di bawah pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto,” kata Ridho dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (1/2025). dari Kompas.TV.
Partai Ummat memandang putusan mahkamah konstitusi merupakan hak rakyat untuk memilih pemimpinnya dan mengembalikan hak rakyat dalam pemilihan yang diberikan konstitusi.
Ridho mengatakan, “Dengan hadirnya para pemimpin negeri ini, ada berbagai cara untuk bisa mengikuti kontestasi, tidak ada lagi calon yang dilabeli oleh beberapa partai sebagai calon.”
PKS juga mengevaluasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menaikkan level presiden menjadi 0 persen.
Hal itu diungkapkan Ketua DPP Partai PKS Mardani Ali Sera melalui pesan yang dikirimkannya kepada Tribunnews hari ini, Kamis.
Katanya, “Hana MK. Sesuai permintaan yang dibuat sekarang.”
“Tetapi tidak ada keraguan bahwa UU 7 Tahun 2017 harus diubah lagi. Peluang untuk mencapai kesepakatan atau konflik antar kepentingan harus tetap dipertahankan. Tapi baiknya dikurangi, bukan 20 persen.” Mardani Ali. Partai Buruh siap mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2029
Partai Buruh mengumumkan rencananya untuk menetapkan calon presiden pada pemilihan umum (Pemilu) 2029 oleh pimpinan Partai Buruh Said Iqbal berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi.
Said Iqbal dalam keterangannya, Kamis, mengatakan: “Jadi pada pemilu 2029, Partai Buruh bisa mengajukan calon presidennya tanpa harus beraliansi dengan partai lain.”
Saeed Iqbal menegaskan, keputusan MK bersifat final dan menjadi milik pemerintah dan DPR.
Ia menambahkan, keputusan ini membuka kemungkinan bagi pekerja industri untuk menjadi presiden atau wakil presiden pada Pilpres 2029, seperti yang terjadi di Brazil, Australia, dan negara lainnya.
“Putusan Mahkamah Konstitusi adalah kemenangan rakyat, kemenangan demokrasi dan kebangkitan buruh.”
Pengamat Komunikasi Politik, Hendri Satrio (Hensa) menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) membuka peluang bagi partai politik untuk memilih calon presiden yang paling lolos dibandingkan calon presidennya.
Hansa mengatakan kepada pers, Jumat (3/1/2025): “Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus 20 persen kursi Presiden merupakan suatu hal yang baik, sehingga setiap partai politik mampu melahirkan calon-calon yang paling berkualitas dalam pemilihan presiden. dan wakil presiden.
Namun, menurut Hensa, tindakan tersebut bukan berarti pada pemilu 2029 mendatang, masyarakat akan melihat banyak calon presiden dan wakil presiden.
Alasannya, calon presiden dan calon wakil presiden harus memiliki modal elektoral yang harus disimpan dalam jangka waktu lama.
“Apakah kita akan menjadi 30 calon presiden atau 10? Saya kira tidak demikian. Mengapa? Sebab, calon presiden harus punya dana pemilu, dan tidak semua orang di partai politik punya dana pemilu. Artinya harus terkenal dari segi popularitasnya, ujarnya.
Selain itu, menurut Hensa, biaya pencalonan presiden tidak murah sehingga tidak menutup kemungkinan hanya segelintir orang yang menjadi calon presiden atau wakil presiden.
“Masuknya masyarakat tidaklah murah, sehingga tidak menutup kemungkinan hanya orang-orang yang berkualitas saja yang mendapat dukungan masyarakat untuk mencalonkan diri sebagai presiden,” ujarnya.
“Oleh karena itu, dukungannya bukan dukungan finansial, tapi harus berupa tabungan atau investasi untuk pemilu seperti yang saya sampaikan sebelumnya,” ujarnya.
Menurutnya, Prabowo Subianto merupakan calon terkuat yang akan menjadi calon presiden pada tahun 2029.
Sebab menurut Hensa, hanya Prabowo yang punya modal atau electoral capital.
Jadi kalau hari ini kita bicara 2029, kalaupun keluar kelompok calon presiden, Pak Prabowo akan tetap di Pilpres 2029 atau sebagai calon kuat untuk mencalonkan diri di Pilpres 2029. Sukses di negeri ini, ujarnya. .