Presiden Turki Erdogan Sebut Semangat PBB di Gaza Sudah Mati: Apa yang Anda Tunggu?

TRIBUNNEWS.COM – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengkritik PBB dan meminta “dunia Islam” untuk merespons setelah serangan Israel terbaru di Gaza.

Diketahui, Israel melancarkan serangan udara ke Rafah, Gaza selatan, pada Minggu malam (26/5/2024).

Serangan udara Israel menghantam lingkungan Tal al-Sultan, sekitar 2 km barat laut pusat kota Rafah.

Sejumlah warga sipil tewas dalam serangan udara Israel.

Menanggapi serangan Israel, Erdogan menyatakan bahwa semangat PBB di Gaza sudah “mati”.

Komentar Erdogan tersebut muncul saat Dewan Keamanan PBB bertemu pada Selasa (28/5/2024) untuk membahas serangan mematikan Israel terhadap kamp pengungsi di sebelah barat Rafah.

“PBB bahkan tidak bisa melindungi stafnya sendiri. Apa yang Anda tunggu untuk bertindak? “Semangat PBB sudah mati di Gaza,” katanya kepada deputi partainya AKP pada Rabu (29/5/2024), dikutip dari The Guardian.

Erdogan juga mengkritik negara-negara mayoritas Muslim karena kegagalan mereka mengambil tindakan bersama dalam menghadapi serangan Israel, AFP melaporkan.

“Saya ingin menyampaikan beberapa patah kata kepada dunia Islam: tunggu apa lagi untuk mengambil keputusan bersama? Dia bertanya.

“Israel bukan hanya ancaman bagi Gaza, tapi bagi seluruh umat manusia,” tegas Erdogan.

“Tidak ada negara yang aman sampai Israel menghormati hukum internasional dan merasa terikat dengan hukum internasional,” tambahnya.

Erdogan kemudian mengulangi tuduhannya bahwa Israel melakukan genosida di Gaza. Serangan udara Israel di Rafah

Para saksi mata, organisasi kemanusiaan, dan bukti video menunjukkan bahwa kamp pengungsi adalah yang paling parah terkena serangan udara Israel.

Gambar dari tempat kejadian menunjukkan api berkobar melalui tenda-tenda yang penuh sesak di dekat gudang UNRWA tempat penyimpanan persediaan bantuan.

Ada video-video mengerikan tentang orang-orang yang dengan panik mencari korban selamat, mayat-mayat yang terbakar, dan seorang anak yang dipenggal di reruntuhan.

Seperti diberitakan The Guardian, serangan tersebut menyusul serangan roket jarak jauh pertama terhadap Israel dari Gaza sejak Januari 2024, dengan delapan roket ditembakkan dari Rafah menuju Tel Aviv.

Sebagian besar roket berhasil dicegat atau jatuh ke tanah tanpa membahayakan, dan tidak ada korban jiwa yang signifikan yang dilaporkan.

Awalnya, militer Israel mengklaim bahwa serangan udaranya menghantam kompleks Hamas dengan “amunisi yang sesuai dan berdasarkan intelijen yang akurat”.

Dia mengatakan dua pejabat senior Hamas, Yassin Rabia dan Khaled Nagar, tewas dalam serangan itu.

Namun, Israel juga menyatakan mengetahui laporan yang mengindikasikan bahwa akibat serangan dan kebakaran yang terjadi, beberapa warga sipil terluka di wilayah tersebut.

Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam pidatonya di Knesset mengakui bahwa warga sipil terbunuh.

Sementara itu, PBB menyoroti gambaran suram setelah serangan udara Israel terhadap sebuah kamp di Rafah di Jalur Gaza selatan.

Pada Selasa (28/5/2024), PBB menyebutkan sedikitnya 200 orang tewas.

“Menurut beberapa sumber medis internasional, tim kami menyebutkan sedikitnya 200 orang tewas dalam serangan itu, termasuk wanita dan anak-anak,” Juliette Touma, direktur komunikasi Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA), dilaporkan oleh Anadolu Agency. . Warga Palestina berkumpul di lokasi serangan Israel di kamp pengungsi di Rafah pada 27 Mei 2024, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas. (AFP/EYAD BABA)

Dia menekankan bahwa dampak serangan itu sangat besar.

“Ini menambah ketakutan umum akan kematian,” katanya.

Selama perang, lebih dari separuh dari 2,3 juta penduduk Gaza mencari perlindungan di Rafah.

Namun, sekitar satu juta orang terpaksa mengungsi lagi ketika Israel pindah ke pinggiran kota bulan ini.

Diperkirakan hampir 400.000 warga sipil masih berada di wilayah tersebut.

Sementara itu, menurut PBB, 800.000 orang telah meninggalkan Rafah dalam beberapa pekan terakhir, dan sebagian besar kini berlindung di bagian utara kota.

Namun “zona aman” tempat mereka berada seringkali kekurangan air bersih, layanan kesehatan dan fasilitas dasar lainnya.

Perang Israel yang berlangsung hampir delapan bulan di Gaza telah menyebabkan lebih dari 36.000 orang tewas di wilayah pesisir yang dilanda perang dan melukai lebih dari 81.100 lainnya.

Kampanye militer Israel telah mengubah sebagian besar wilayah kantong berpenduduk 2,3 juta orang menjadi reruntuhan, menyebabkan sebagian besar warga sipil kehilangan tempat tinggal dan berisiko kelaparan.

Serangan hari Minggu terjadi meskipun ada keputusan Mahkamah Internasional pekan lalu yang memerintahkan Israel untuk mengakhiri serangannya di Rafah.

(Tribunnews.com/Nuryanti)

Berita lainnya terkait konflik Palestina-Israel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *