JAKARTA – Neraca Oktober 2024 atau BI rate diperkirakan berada di angka 6 persen.
Hal ini diumumkan sebelum Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG) mengingat penguatan dolar AS terhadap mata uang Asia termasuk Rupiah. Alasannya
Kepala Ekonom Permata Bank Joshua Pardede mengatakan kenaikan dolar AS disebabkan oleh meningkatnya politik di kawasan Timur Tengah, terutama rilis data ekonomi AS terkait keadaan pasar tenaga kerja.
Joshua mengatakan dalam keterangan tertulisnya, merujuk pada Conten, “Ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga The Fed telah berubah.” Ruang untuk menurunkan harga air
Namun, Joshua mengatakan jika inflasi, khususnya inflasi riil, tetap berada dalam target BI, maka akan memungkinkan dilakukannya penurunan suku bunga.
Terkait hal itu, Ekonom LPEM FEB UI dan Ekonom Pasar Keuangan Teuku Riefky memperkirakan BI akan mempertahankan BI rate di angka 6 persen.
“Setiap kemungkinan ruang untuk pemotongan kebijakan lebih lanjut harus disediakan untuk melawan risiko kenaikan inflasi yang berkelanjutan,” kata Rifki. Sistem keuangan internasional dan domestik
Rifki menambahkan, meski penurunan suku bunga neraca BI belum mendesak, namun pemanasan global, termasuk ketegangan geopolitik dan rencana stimulus Tiongkok, dapat berdampak pada mata uang asing bagi Indonesia dan nilai tukar rupiah.
Di sisi domestik, Indonesia sudah mengalami inflasi selama lima bulan terakhir, meski masih dalam kisaran BI.
Rifki menyimpulkan, “kebangkitan rupiah dalam sepekan terakhir merupakan kabar baik dari sudut pandang perekonomian.”
Oleh karena itu, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia diharapkan dapat mengambil keputusan yang baik mengenai mempertahankan suku bunga demi stabilitas keuangan. Konten ini dikembangkan dengan Artificial Intelligence (AI).