Praktisi Hukum: Putusan MK Nomor 60 Buka Peluang Partai Non Parlemen Mengusung Capres-Cawapres

BERITA TRIBUN. 

Mahkamah Konstitusi menilai aturan tersebut bertujuan untuk melindungi suara sah yang diperoleh partai-partai hasil pemilu, sehingga dapat digunakan untuk memanipulasi upaya tersebut.

Menurut Urrist Nasrullah, pendapat anggota parlemen juga harus digunakan untuk menjaga suara partai-partai di RDP. 

Sebab, ada partai politik yang tidak bisa mengarahkan upayanya ke RPP karena terkendala aturan ambang batas parlemen.

Meski demikian, ia menilai Mahkamah Konstitusi selalu menampik perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di ambang batas parlemen.

“Seharusnya begitu (pemahaman serupa digunakan di PPK), namun PHPU terkait persoalan ini sering ditolak MK, alasannya selalu politik hukum yang jelas atau untuk tujuan penyederhanaan jumlah parpol.” Saat dihubungi, kata Nasrullah, Kamis (22/8/2024).

Menurut dia, keputusan MK juga akan mempengaruhi aturan pengangkatan presiden pada pemilu 2029 mendatang. 

Namun pertanyaan selanjutnya adalah apakah partai non-parlemen bisa mengajukan calon presiden.

Merujuk pada keputusan anggota parlemen, Nasrullah mengatakan masyarakat mempunyai hak pilih karena partai yang mereka pilih tidak masuk parlemen.

“Melalui 60 putusan kemarin, kita melihat akan ada perkembangan ke arah penyetaraan parameter Presidential Threshold, kalau bisa mengajukan calon presiden ke partai non-parlemen, akan timbul pertanyaan hukum. Masa depan atau apa,” katanya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi memutuskan aturan yang diminta Partai Buruh dan Partai Gelora membatasi penegakan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang memperoleh suara sah dalam pemilu meski tidak memiliki kursi di DPRK. . . 

Akibatnya menggerogoti nilai demokrasi pemilihan kepala daerah sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 Ayat 4 UUD NRI Tahun 1945.

Sebab suara sah hasil pemilu hilang karena tidak bisa memanfaatkan upaya partai politik untuk memperjuangkan haknya melalui calon kepala daerah yang akan dihadirkannya, kata hakim MC.

Mahkamah Konstitusi memutuskan Pasal 18 ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mensyaratkan pemilihan kepala daerah yang demokratis. 

Salah satunya dengan membuka peluang bagi seluruh partai politik peserta pemilu untuk mengajukan calon kepala daerah dengan suara sah dalam pemilu, sehingga masyarakat bisa mendapatkan calon potensial yang beragam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *