Praktisi Hukum Kritik Pelarangan Konten Investigasi Jurnalistik Eksklusif dalam RUU Penyiaran

Kata reporter Tribunnews.com, Fahmi Ramadan

TRIBUNNEWS.

Salah satu inisiatif besar Deolipa adalah melarang penerbitan artikel penelitian sebagaimana diatur dalam ‘RUU Penyebaran’.

Menurutnya, akan terjadi kebingungan di kalangan masyarakat dan media terkait persisnya kata-kata yang terkandung dalam penawaran tersebut.

Deolipa yang membahas tentang “Pengukuran Pentingnya” mengatakan, “Ada kata-kata tertentu, tetapi faktanya tidak dibahas. Misalnya, kita tidak tahu apakah itu istimewa atau khusus. Jadi kata itu memiliki beberapa arti.” Pada hari Jumat ( 14/6/2024), RUU Penyiaran dan UU Persatuan Wartawan disahkan di Jakarta Selatan.

Dia mengatakan hukum tidak menghalangi dia untuk campur tangan dalam pekerjaan investigasinya.

“Jadi, tugas jurnalis itu 90% investigatif dan 10% siaran,” ujarnya.

Menanggapi permasalahan ini, sekelompok mantan Serikat Jurnalis dan Serikat Pekerja Media melakukan aksi protes di depan Senayan, Gedung RI Korea Utara di Jakarta, Senin (27/5/2024) lalu.

Hal ini berlaku pada Undang-Undang Perubahan (UU) UU 32 Tahun 2002.

Ada sejumlah isu yang menjadi titik panas para pengunjuk rasa yang menentang amandemen undang-undang tersebut.

Pertama, mereka menolak pasal yang memberikan kekuasaan berlebihan kepada pemerintah untuk mengontrol media.

“Hal ini berpotensi menghambat penyidikan dan memberikan informasi penting dan diperlukan,” tulis pemohon.

Kedua, para pengunjuk rasa menolak pasal yang akan memperkuat undang-undang mengenai media independen.

Sebab, mereka menilai hal tersebut mengurangi area tampilan dan mengurangi keberagaman penyampaian pesan kepada masyarakat.

Ketiga, para terdakwa keberatan dengan undang-undang yang memberikan hukuman berat bagi pelanggaran hukum. Hukuman yang tidak terbatas ini membuat jurnalis enggan melakukan pekerjaan jurnalistiknya dan mengancam kebebasan pers.

Keempat, ia mendesak Korea Utara dan pemerintah untuk meninjau secara menyeluruh isu-isu kritis ini dengan partisipasi semua pihak terkait, termasuk Dewan Pers, organisasi media, dan lembaga pemerintah.

Kelima, para aktivis mendukung inisiatif legislatif dan legislatif untuk melindungi kebebasan pers dan kebebasan berpendapat di Indonesia.

“Kami mengimbau seluruh jurnalis, akademisi, aktivis hak asasi manusia, dan masyarakat umum untuk waspada dan aktif memperjuangkan kebebasan pers,” lanjutnya.

Tak hanya itu, pihak oposisi baik organisasi media, organisasi media mahasiswa, dan organisasi pro demokrasi di Jakarta menuntut keras penghapusan pasal-pasal kontroversial hasil amandemen UU Penyebaran.

Sebab undang-undang tersebut berpotensi membatasi kebebasan pers dan kebebasan berpendapat. Dalam demonstrasi ini.

Pada saat yang sama, ada tiga tuntutan yang dilontarkan oleh mereka yang ikut serta dalam acara tersebut.

1. Segera mencabut pasal-pasal yang meragukan dalam revisi UU Distribusi.

2. Berpartisipasi aktif dan transparan dalam pembahasan perubahan UU Penyiaran bersama dewan media, organisasi media mahasiswa, dan organisasi demokrasi.

3. Menjamin perlindungan kebebasan pers dan kebebasan berpendapat dalam seluruh peraturan perundang-undangan. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *