TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Presiden RI berikutnya, Prabowo Subianto, diharapkan bisa membuka kemungkinan peran Indonesia dalam mendorong perdamaian di Semenanjung Korea.
Indonesia memiliki landasan sejarah hubungan dengan Korea Selatan dan Korea Utara.
Dalam konteks ini, Indonesia, atas permintaan Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang, mendukung perundingan perdamaian dan kerja sama diplomatik sebagai sarana utama penyelesaian permasalahan terkait uji coba rudal dan upaya denuklirisasi nuklir Korea Selatan.
Pandangan tersebut terungkap dalam webinar bertajuk “Persimpangan Strategis: Menavigasi Tantangan Korea Utara terhadap Keamanan Asia Timur dan Kebijakan Luar Negeri Indonesia.”
Rati Indraswarti, profesor hubungan internasional FISIP di Universitas Palayangan, mengatakan Korea Utara tidak mungkin mengubah (kebijakan nuklirnya) bahkan di bawah tekanan internasional.
“Serangkaian uji coba nuklir dan rudal yang dilakukan Korea Utara yang melahirkan rezim Kim Jong-un adalah upaya pemerintah untuk bertahan hidup dan melakukan pencegahan,” kata Rati, Sabtu (6 Januari 2024).
Korea Utara tampaknya terus menggunakan senjata nuklir sebagai alat negosiasi eksternal, meskipun sangat bergantung pada Republik Rakyat Tiongkok (Tiongkok) dan Rusia untuk kelangsungan ekonomi dan pengembangan teknologi senjata.
Oleh karena itu, di tengah tekanan trilateral, mendorong perdamaian di Semenanjung Korea dengan Amerika Serikat dan Korea Selatan merupakan tantangan penting bagi kebijakan luar negeri Indonesia.
Sementara itu, Hariyadi Wirawan, Guru Besar FISIP Universitas Indonesia (UI), menilai Korea Utara tetap terbuka untuk berdialog dengan dunia internasional. Tiongkok, Korea Selatan, dan Jepang juga mengadakan pembicaraan untuk mencari kesepakatan mengenai negosiasi dengan Korea Utara.
Ia menjelaskan, perundingan trilateral dilakukan karena China, Jepang, dan Korea Selatan tidak ingin kehilangan inisiatif dalam hubungannya dengan Korea Utara. Sebab, mereka tidak ingin Amerika Serikat mengambil tindakan tersebut.
Ketua Komite Luar Negeri Progresif Partai Demokrat Gerindra Irawan Ronodiplo yakin presiden Indonesia berikutnya, Prabowo Subianto, memiliki pemahaman dan keterampilan diplomasi yang memadai mengenai masalah ini.
Oleh karena itu, Prabowo mungkin akan mengundang pemimpin Korea Utara Kim Jong-un untuk mengunjungi Indonesia dalam upaya untuk menghidupkan kembali hubungan emosional antara kedua pemimpin tersebut.
Ikatan emosional yang kuat antara kedua pemimpin akan memungkinkan Indonesia menjadi mediator yang baik dalam upaya rekonsiliasi konflik di Asia Timur, kata Irawan.
Iran menegaskan pemerintahan Prabowo akan terus menjunjung tinggi prinsip politik luar negeri yang bebas aktif dan Indonesia akan tetap berpegang pada prinsip “seribu teman terlalu sedikit, tetapi musuh terlalu banyak”. Dan satu musuh terlalu banyak).
Oleh karena itu, Indonesia akan mengutamakan perundingan perdamaian dan kerja sama diplomatik dalam menyelesaikan masalah Korea. Indonesia juga mengajak negara lain untuk bergabung dalam sistem upaya diplomasi multilateral. Webinar tersebut bertajuk “Persimpangan Strategis: Menavigasi Tantangan Korea Utara terhadap Keamanan Asia Timur dan Kebijakan Luar Negeri Indonesia.” (spesial)
Sementara itu, Beni Skadis, analis militer Marapi Consulting & Advisory, dalam paparannya menekankan peran strategis Indonesia yang sangat penting dalam mengubah sistem dunia sejak berakhirnya Perang Dingin.
Dengan bangkitnya Tiongkok dan merosotnya kekuatan Amerika Serikat, Indonesia juga harus ikut memantau perubahan tata kelola global untuk memperjuangkan kepentingan nasionalnya dan bukan sekedar melindungi Indonesia.
Sebagai negara sentral, Indonesia dapat berpartisipasi dalam berbagai proses diplomasi, inisiatif, dan kerja sama dengan negara-negara yang mempunyai kepentingan serupa.
Webinar sendiri menyimpulkan bahwa Indonesia diharapkan dapat berperan aktif dalam memperkuat stabilitas dan perdamaian kawasan melalui kerja sama internasional dan pendekatan bersama terhadap masalah keamanan di masa depan.
Inisiatif ini akan menunjukkan kesediaan Indonesia untuk memainkan peran aktif dan konstruktif dalam mengatasi tantangan kawasan Asia Timur.