TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pejabat pemerintah yang memiliki tenaga kesehatan kontrak Tengerang Selatan (Tangsel) atau PPPK (Tangsel) merasa penghasilan tambahan (TPP) pekerjanya tidak seimbang.
Dimana TPP ini ditentukan berdasarkan beban kerja. efisiensi kerja dan kondisi kerja
Berdasarkan Surat Perintah Wali Kota (PERWALI) yang diteken Wali Kota pada 31 Januari 2023, tenaga kesehatan PPPK hanya mendapat 55 persen dari maksimal TPP PNS. Ini diberikan satu tahun setelah pengangkatan.
Permasalahan ketimpangan terkait persoalan TPP belum terselesaikan. Pejabat Dinas Kesehatan Kota Tangsel, PPPK, kembali harus menelan pil pahit ketika Wali Kota mengeluarkan Keputusan Wali Kota (KEPWAL) Nomor 800.1.10.3/kep.401-Huk/2023, yang tanpanya PPPK tidak bisa menambah beban kerja dan kondisi kerja TPP.
Sepri Latifan, Ketua Asosiasi Pengawas Pelayanan Kesehatan Indonesia (APKSI), pun angkat bicara menanggapi hal tersebut. Menurutnya, itu adalah diskriminasi dan ketidakadilan.
“Ini adalah diskriminasi yang terang-terangan dan tidak adil. Logikanya, Tidak ada perbedaan ruang lingkup kerja antara PNS dan PPPK, lalu apa yang menjadi dasar perbedaan TPP,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (14/5/2024).
Menurut dia, hal itu jelas melanggar UU ASN. Apakah PPPK ini hanya sekedar mengganti nama pekerja honorer tanpa diimbangi dengan tunjangan?
“Teman-teman PPPK Kesehatan di Tangsel sudah berkali-kali mencoba mendengarkan Pak Wali Kota. Namun sejauh ini belum mendapat respon yang baik,” ujarnya.
Ia mengatakan, APKSI nantinya akan melayangkan surat yang meminta Wali Kota mempertimbangkan perbedaan TPP antara PNS dan PPPK. Ia menambahkan, pihaknya prihatin dengan permasalahan terkait tenaga kesehatan di seluruh Indonesia. Salah satunya sedang terjadi saat ini.
“Dengan sepenuh hati Masalah ini akan kami sampaikan kepada teman-teman PPPK di Tangsel sampai tuntas. Karena tidak sejalan dengan ASN dan Permendagri UU 70 Tahun 2020,” ujarnya.