Laporan reporter TribuneNews Mario Christian Sumampo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriani mengatakan, proses penyidikan terkait dugaan perbuatan asusila memerlukan perlakuan khusus.
Hal itu ia sampaikan menanggapi pemeriksaan etik penyelenggara pemilu yang dilakukan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), terduga korban, dan Presiden Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasim Asiari.
“Perlu (penanganan) khusus untuk memudahkan korban menginformasikan dan mendapatkan kembali kekuasaannya,” kata Andy saat dikonfirmasi, Kamis (23 Mei 2024).
Perlakuan khusus tersebut, lanjutnya, salah satunya dengan mengisolasi korban agar tidak bersentuhan langsung dengan pelaku. Selain itu, ada juga pertanyaan yang harus ditangani oleh komite investigasi.
“Mengisolasi terlapor atau pelaku bisa menjadi bagian dari perlakuan khusus ini. Juga dengan mengajukan pertanyaan yang memungkinkan korban menjawab dengan nyaman,” ujarnya.
Ia mengingatkan agar TAP MA 1/2017 bisa menjadi pedoman bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum dan UU TPKS harus menjadi rujukan.
Seperti diketahui, Selasa (22 Mei 2024) lalu. DKPP melakukan uji etik Hasim terhadap Komisi Pemilihan Umum Luar Negeri (PPLN). Keduanya mengikuti uji coba secara langsung.
Konsultasi berlangsung selama 8 jam secara tertutup, dan perwakilan Komnas HAM dan Komnas Perempuan berpartisipasi sebagai ahli.
Kuasa hukum terduga korban, Aristo Pangaribuan mengatakan, situasi pertemuan Hasim membuat kliennya kesal sehingga harus didampingi psikolog selama persidangan.
Luar biasa (mengejutkan), makanya psikolog mendapat bantuan, kata Aristo usai audiensi di kantor DKPP RI di Jakarta, Rabu (22 Mei 2024).
Bahkan, sidang tertutup sempat beberapa kali terhenti karena klien tak kuasa menahan diri saat bertemu dengan Hasim.
Sidang dijadwalkan berlanjut pada 6 Juni. Sekretaris Jenderal KPU RI (Sekjen) Bernard Darmawan Sutrisno dan beberapa petinggi diajak menggunakan gedung kantor Hasim terkait pemeriksaan tersebut.