Demikian laporan jurnalis Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sekaligus anggota Pansus Capim KPK, Ivan Yustiavandana memeriksa Wakil Wakil Pencegahan dan Pengawasan KPK Pahala Nainggolan soal laporan transaksi keuangan yang disampaikan ke KPK. .
Salah satu laporan yang diabaikan adalah adanya dugaan peristiwa pungutan liar di lingkungan Rencana Aksi Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip).
Awalnya Ivan mengagumi proses pemberitaan Pahala.
“Tapi faktanya banyak laporan PPATK yang tidak dihiraukan. Maklum, akhir-akhir ini saat kami cek laporan KPK banyak yang bubble,” kata Sekretaris Negara Jakarta Pusat, Ivan, Rabu (18/8). 9/2024).
Ivan kemudian angkat bicara soal kasus pungli yang menimpa mahasiswa PPDS Undip.
Ivan mengatakan, hal tersebut sudah dilaporkan ke KPK.
“Kemudian kami laporkan PPDS yang terjadi di Undip tahun 2022. Di kampus lain sudah sistemik. Tunggu bunuh diri dulu, baru kita bereaksi seperti itu?”
Pahala kemudian menjawab pertanyaan Ivan.
Dia mengatakan, pihaknya selama ini mengandalkan laporan PPATK sebagai salah satu pintu masuk untuk mengusut dugaan korupsi.
“Saya ingat Alun, Andhi Pramono, Eko, semuanya dari PPATK, detail sekali, jadi lebih mudah untuk push,” kata Pahala.
Pahala tak menanggapi pertanyaan panelis atas laporan kasus pungli terhadap mahasiswa PPDS Undip yang diterima KPK.
“Jadi harus saya akui pak, bukan hanya pada periode ini, tapi bahkan beberapa waktu sebelumnya, laporan PPATK sudah beredar dimana-mana. Saya sebutkan satgasnya dan saya berjanji pak, kalau saya terpilih saya akan prioritaskan PPATK. laporan karena saya bilang setengah jadi,” pungkas Pahala.
Sebelumnya, YanIa, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK UNDIP), membenarkan korban menyetor uang puluhan juta rupiah.
Yan Wisnu menjelaskan, biaya yang dibayarkan setiap siswa PPDSundip berkisar Rp20 juta hingga Rp40 juta.
Mulai paruh pertama tahun ini, uang akan ditabung setiap bulan.
Biaya dibayarkan untuk 6 bulan pertama pelatihan PPDS.
Uang itu digunakan untuk berbagai keperluan.
“Uang digunakan untuk menyanyi, bermain sepak bola, bermain bulu tangkis, menyewa mobil, menyewa rumah, dan makan.”
Puncak kebutuhan biaya pangan mencapai dua pertiganya, kata Yan Wisnu.
Yan Wisnu menyadari biaya ini ketika dia menjadi dekan.
Oleh karena itu, ia mengeluarkan pemberitahuan yang membatasi jumlah dana yang akan disetorkan.
Yan Wisnu bahkan bertemu dengan senior dr Aulia Risma untuk membahas masalah tersebut.
“Saya telah berbicara dengan orang-orang yang secara rasional meyakini mengapa mereka harus berdonasi.”
“Namun apapun alasannya, masyarakat akan menganggap pajak ini tidak tepat,” tegasnya.