PP Himmah Dukung Fatwa MUI soal Salam Lintas Agama

Laporan reporter Tribunnews.com Reza Denny

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Departemen Dakwah dan Pers, Pimpinan Pusat Persatuan Mahasiswa Al Washliya (PP HIMMAH) Isminar menanggapi fatwa MUI yang melarang salam lintas agama.

Menurutnya hal ini sangat cocok.

Fatwa MUI sangat benar. Karena tidak boleh mengucapkan atau mencampurkan semua salam agama, haram karena berkaitan dengan shalat, kata Ismina dalam keterangannya, Senin (3/6/2024). .

Lanjut Isminar, terkait dengan ketundukan, yang berserah diri, Allah SWT, Rasulullah, ulilamri.

Menurut Isminar, MUI seharusnya menjadi organisasi unsur infrastruktur penyelenggara negara yang melegitimasi kebijakan pemerintah mengenai urusan masyarakat dan kebijakan Islam. 

“Kita taat kepada pimpinan dan pemerintah, kita melalui MUI. Hari ini jelas MUI mengambil keputusan yang sangat tepat yaitu melarang pencampuran salam semua agama,” imbuhnya.

Isminar mengatakan, masyarakat diminta tidak mencampuradukkan penyebab toleransi dan kerukunan dengan menyapa semua agama. 

“Jangan mengajarkan toleransi pada Islam, kalau Islam tidak toleran dan menjaga kerukunan, tidak mungkin hidup bersama lebih dari 78 tahun dengan saudara kita yang berbeda agama, tidak mungkin kita bisa merasakan kedamaian/harmoni seperti sekarang, tapi itu aman. “Toleransinya cukup,” kata Isminar.

“Kalau kita bisa memberi toleransi pada orang lain, dalam hal salam atau doa, kita harus mengucapkan salam agama kita dan menyapa semua orang mengucapkan selamat pagi/siang/sore/malam, mudah saja. Nous, PP HIMMAH, soutenons pleinement la politique de MUI yaitu bahwa haram mencampurkan salam silang,” tutupnya.

Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melarang umat Islam mengucapkan selamat hari raya kepada agama lain. 

Hal itu diputuskan melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa RI Komisi VIII di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Center, Sungailiat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 

Toleransi beragama harus dilakukan sepanjang tidak masuk dalam ranah keimanan, ibadah ritual, dan upacara keagamaan, kata Ketua Departemen Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asrorun Niam Sholeh, seperti dilansir MUI. situs web. Jumat (31/5/2024).

Niamh mengatakan itu seperti mengucapkan selamat hari raya kepada seseorang dengan hiasan hari raya agama lain.

Adapun memaksa umat untuk mengucapkan atau melakukan perayaan agama lain atau tindakan yang tidak dapat diterima oleh umat beragama pada umumnya. 

“Beberapa tindakan tersebut di atas dianggap mencampurkan ajaran agama,” ujarnya. 

Namun, MUI menegaskan bahwa umat Islam harus menerapkan toleransi dengan memberikan kesempatan bagi umat agama lain untuk menjalankan ibadah haji dan merayakan hari raya mereka. 

Menurut Niamh, setidaknya ada dua bentuk toleransi beragama, yakni mengenai iman dan mu’amal. 

Dari segi keimanan, lanjutnya, umat Islam mempunyai kewajiban untuk memberikan kebebasan kepada pemeluk agama lain untuk melaksanakan ibadah hari raya sesuai keyakinannya dan tidak menghalangi pelaksanaannya. 

“Dari segi muamalla, untuk bersinergi secara harmonis dan bekerjasama dalam permasalahan sosial dalam masyarakat, bangsa, dan negara,” pungkas Niamh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *