Polri Didesak Usut Tuntas Dugaan Penganiayaan Bocah di Padang: Nama Baik Kapolri Jadi Taruhannya

Jurnalis Tribunenews.com, Chaerul Umam melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi III DPR RI melaporkan penganiayaan terhadap seorang anak berinisial AM (13) yang dilakukan petugas polisi di Padang, Sumatera Barat.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmed Sahroni meminta polisi menanggapi pertanyaan masyarakat dengan hasil penyidikan yang obyektif.

“Saya meminta Polda Sumbar sangat terbuka dan transparan dalam mengusut kasus ini. Karena orang-orang menunggu dan menonton. Kalau tidak menyebut nekat, tertutup, sombong maka nama baik Polri yang sudah susah payah dibangun Kapolri akan terancam,” kata Sahroni kepada wartawan, Selasa (25/6/2024).

Politikus Partai Nasdem itu meminta Divisi Propam Polri berperan setinggi-tingginya dalam upaya penyelesaian kasus tersebut.

Menurut dia, peran bagian propam Polri akan sangat penting dalam memberikan kejelasan kasus ini.

“Kasus ini jangan dianggap remeh karena hanya kasus korban jiwa. Lebih dari itu ada dugaan pelanggaran HAM. Jadi perlu pengusutan cepat dan profesional. Mudah-mudahan ada 5, 10, atau 20 orang. terlibat.” Namun, abaikan saja,” kata Sahroni.

Sahroni menambahkan, dirinya percaya penuh pada pembentukan Polri untuk menyelesaikan kasus tersebut.

Tapi saya yakin Polri bisa menyelesaikan kasus ini dengan jernih, tutupnya.

Sebelumnya, mengutip TribunPadang.com, Afif Maulana (AM) siswi SMA berusia 13 tahun ditemukan tewas di bawah Jembatan Batang Kuranji, Sumatera Barat, pada Minggu (6/9/2024) sore. .

Berdasarkan pemeriksaan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menduga kematian korban akibat penganiayaan petugas polisi patroli.

Berdasarkan hasil pemeriksaan LBH, kami menemukan almarhum merupakan korban penganiayaan polisi yang dilakukan anggota Sabra Polda Sumbar, kata Direktur LBH Padang Indira Suryani, Kamis (20/20/2020). ) 6/2024).

Indira menjelaskan, berdasarkan informasi yang diterima dari teman korban berinisial A, pada Minggu (9/6/2024) sekitar pukul 04.00 WIB, saat itu A sedang mengendarai sepeda motor bersama AM menuju jembatan arus Batang Kuranji Bai Pass.

Kemudian, pada saat yang sama, korban AM dan A sedang mengendarai sepeda motor dan didekati petugas polisi yang sedang berpatroli.

Saat itu polisi menabrak mobil korban AM dan terjatuh di pinggir jalan. Saat menabrak korban AM, jaraknya sekitar dua meter dari korban A, ujarnya.

Indira menjelaskan, saat itu Korban A ditangkap, ditahan dan melihat Korban AM dikepung polisi namun keduanya dipisahkan.

“Saat ditangkap polisi, Korban A melihat Korban AM berdiri dikelilingi petugas polisi yang memegang tongkat. Saat itu, Shikar A belum pernah melihat Shikar AM,” ujarnya.

Direktur LBH Padang mengatakan, jenazah AM yang terapung ditemukan di Batang Kuranji pada siang hari itu. Saat itu kondisi AM sudah babak belur.

Nantinya jenazah korban dilakukan otopsi dan keluarga almarhum mendapat fotokopi akta kematian nomor: SK/34/VI/2024/Rumkit dari RS Wayangkara Polda Sumbar.

Keluarga korban mendapat informasi dari polisi bahwa AM meninggal karena 6 tulang rusuk patah dan paru-paru pecah, kata Indira.

Atas kejadian tersebut, ayah kandung korban AM melapor ke Polres Padang, dengan nomor laporan: LP/B/409/VI/2024/SPKT/POLRESTA PADANG/POLDA SUMATRA BARAT.

Selain itu, Indira menjelaskan, berdasarkan temuan LBH, korban lainnya masih ada tujuh orang dan lima di antaranya masih anak-anak.

Ia mengatakan, korban diduga mengalami penyiksaan oleh polisi dan kini menjalani perawatan mandiri.

Pengakuannya tersengat listrik, ada luka bakar rokok di bagian perut, ada luka lebam di kepala, dan ada lubang di pinggang, ujarnya.

Katanya, berdasarkan keterangan korban, mereka dipaksa melakukan ciuman sesama jenis.

“Selain penyiksaan, ada juga kekerasan seksual. Kami cukup kaget mendengar keterangan korban bahwa tidak hanya kekerasan fisik, tapi juga kekerasan seksual,” ujarnya.

“Saat kami bertemu dengan korban dan keluarganya, mereka sangat ketakutan dengan keadaan tersebut,” ujarnya.

LBH meminta Polresta Padang mengusut tuntas kasus tersebut tanpa menutup-nutupi.

Ia menyimpulkan, “Kami menyerukan kepada Polda Sumbar untuk mengadili anggotanya yang melakukan pelecehan terhadap anak-anak dan orang dewasa dalam tragedi Jembatan Kuranji Kota Padang, dengan menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 dan KUHP untuk kasus yang melibatkan orang dewasa.” .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *