Wartawan Tribunnevs.com Abdi Rianda Shakti melaporkan
TRIBUNNEVS.COM, JAKARTA – Bareskrim Polri baru saja menemukan kasus peredaran obat-obatan kimia berbahaya bernama popper yang digunakan oleh penggemar sesama jenis untuk berhubungan seks bahkan pesta seks.
Kasubdit III Dittipidnarkoba Bareskrim Polri, Kombes Suhermanto mengatakan obat ini dilarang digunakan BPOM mulai Oktober 2021 karena mengandung isobutil nitrit.
Soal Popper ya, Poppers itu obat perangsang yang digunakan kelompok tertentu untuk melakukan hubungan seksual sesama jenis, kata Suhermanto, Mabes Polri, Senin (22/07/2024).
Narkoba tersebut, kata Suhermanto, digunakan dengan cara dihirup, yang kemudian disebutnya bisa menyulut gairahnya untuk berkembang.
Namun, Suhermanto mengatakan penggunaan obat tersebut berbahaya karena dapat menyebabkan stroke bahkan serangan jantung yang dapat berujung pada kematian.
“Itu berbahaya dan bisa menyebabkan stroke, serangan jantung, bahkan kematian,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktorat “Barescream” Polri menemukan kasus peredaran obat kimia berbahaya yang dikenal dengan nama obat perangsang (popper).
Stimulan ini disebut-sebut biasa digunakan untuk hubungan seksual sesama jenis atau LGBT.
Jadi narkoba ini digunakan untuk (berhubungan badan) dengan orang-orang tertentu yang berjenis kelamin sama, kata Direktur Divisi Narkoba Brigadir Mukti Juharsa dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (22 Juli 2024).
Mukti mengatakan, dalam kasus ini pihaknya berhasil menyita ratusan botol dan kotak obat perangsang sesama jenis.
“Yang berhasil kami temukan sebanyak 959 botol dan 710 kaleng, obat perangsang ini digunakan oleh kelompok tertentu untuk melakukan hubungan seksual,” ujarnya.
Menurut Mukti, popper juga kerap digunakan pelaku di pesta sesama jenis.
Dalam kasus ini, Mukti mengatakan pihaknya berhasil menangkap tiga tersangka berinisial RCL sebagai importir popper di Bekasi Utara, P sebagai importir popper di Banten, dan MS sebagai rekan P.
Sementara eksportir warga negara asing (VNA) asal China berinisial E dan L masih buron.
Sebagaimana tercantum dalam pengumuman RCL, insentif tersebut diperoleh melalui impor dari Tiongkok. RCL telah menjual obat tersebut sejak pertengahan tahun 2017.
Sementara itu, Kasubdit III Dittipidnarkoba Bareskrim Polri, Suhermanto menjelaskan, para tersangka mendistribusikan stimulan melalui pasar.
Namun setelah BPOM melarang peredaran obat yang mengandung isobutil nitrit, pelaku sendiri yang melakukan peredaran ilegal.
Jadi cara penyebarannya awalnya lewat marketplace, tapi setelah BPOM melarang, Tokopedia, Shopee dan lain-lain diblokir, jadi menyebar dari komunitas tertentu dan direct chat, dan ada media lain, ”ujarnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 435 UU Kesehatan No. 17 Tahun 2003 tentang bidang farmasi dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun.
—