TRIBUNNEWS.COM – Buku harian seorang dokter muda, Ulya Rasma Listri (30), kini diselidiki polisi.
Sementara itu, dr Kiriadi Semarang ditemukan tewas di wismanya di Lampungsari, Gajahmungkor, Kota Semarang, Jawa Tengah pada Senin (12/8/2024) sekitar pukul 23.00 WIB oleh dokter yang sedang berpraktik di RSUP.
Diduga dia meninggal karena tidak mampu mengatasi pelecehan dan kerja lembur.
Catatan harian ini diselidiki untuk mengetahui alasan dan penyebab kematian mahasiswa Program Pelatihan Dokter Spesialis Anestesiologi (PPDS) Universitas Dipongoro (INDEP).
Indika Dharmasena Kasatriskrim Polristhabis Kombes Polrestabes Semarang merilis isi buku harian tersebut.
Indika mengatakan, catatan harian sang wali menggambarkan penderitaan hidup para korban selama perkuliahan.
Isi bukunya juga tak jauh berbeda dengan kisah korban yang diceritakan ibunya tentang beratnya permasalahan di bangku kuliah.
Selain itu, korban juga menyatakan ingin mundur dari program tersebut, padahal ia merupakan mahasiswa program beasiswa tersebut.
“Korbannya adalah seorang mahasiswa penerima beasiswa yang berkali-kali menyatakan ingin mundur dari program tersebut.”
Namun karena ada biaya yang harus dibayar, tidak akan datang, jelasnya, Kamis (15/8/2024), seperti dikutip TribunJateng.com.
Terkait pelecehan yang dialami korban, Indika mengaku pihaknya tak berani berasumsi penyebab meninggalnya santo tersebut adalah pelecehan.
Andika mengatakan, pihaknya akan mengklarifikasi terlebih dahulu kepada petugas korban, yakni petugas RSUP. Kredit Semarang.
“Andap masih mendalaminya, sementara kita mendalaminya,” ujarnya.
Sebelumnya, pihak keluarga mengatakan penyebab kematiannya adalah karena sakit.
Namun polisi masih menyelidiki kasus tersebut.
Selain memeriksa buku harian orang tua, polisi juga memeriksa sejumlah bukti lain seperti narkoba, rekaman CCTV, serta keterangan saksi yang menguatkan.
Indika mengatakan, tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh orang suci tersebut.
Sebuah obat keras jenis Roculax ditemukan di kamar korban.
Ia menjelaskan: “Pada tubuh korban tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan, hanya luka suntikan. Ditemukan satu ampul (botol obat) di sebelahnya dan tersisa satu ampul lagi.”
Menurut dia, dosis obat keras yang masuk ke tubuh korban diperkirakan sekitar tiga sentimeter (CC) atau mililiter (ml).
Ia mengatakan: “Masih diragukan. Nanti ahli patologi forensik akan memeriksa jumlah total obat yang ada di tubuh korban. Diduga korban meninggal karena narkoba.” Hasil postmortem korban
Kapolres Semarang Kompol Erin Anwar membeberkan hasil kematian para korban.
Berdasarkan hasil visum, Auliya disebutkan meninggal karena sesak napas.
Arwan mengatakan, Olya tidak serta merta mengakhiri nyawanya, tapi bisa saja karena kelalaiannya sendiri.
“Soal bunuh diri itu belum bisa dipastikan, karena bisa jadi karena kelalaian Anda, Anda memberikan obat pereda nyeri di luar resep. Namun, masih kami dalami,” kata Erwan, Jumat. 2024). com.
Sementara itu, pihak keluarga tidak meminta dilakukan otopsi karena tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan pada tubuh korban.
Sementara terkait pelecehan tersebut, Erin mengaku belum mendapat petunjuk dari saksi atau bukti terkait hal tersebut.
“Sejauh ini belum ada tindakan ke arah itu. Kita butuh saksi dan bukti. Kalau ada pelecehan dan perundungan, kita akan segera ambil tindakan hukum,” sambungnya.
Rektor Semarang Indip Saharmono sebelumnya membantah dalam keterangan tertulis bahwa kematian korban akibat pelecehan.
Saharamono mengatakan Olya memiliki gangguan kesehatan yang mempengaruhi proses belajarnya.
“Internasional mempunyai gangguan kesehatan yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis.
Ia juga menjelaskan, korban merupakan penerima beasiswa sehingga secara administratif terikat dengan aturan pemberi beasiswa.
“Almarhum terpikir untuk mengundurkan diri, namun beasiswanya terikat,” jelasnya.
Sementara itu, Dr.RSUP. Creedy enggan menanggapi tudingan korban lembur dan pelecehan.
Dr Karimi Semarang, Humas RSUP Aditya mengatakan, hal itu bisa diminta langsung ke pihak terkait.
“Kami belum tahu, polisi juga sedang mendalami kasus ini (pelecehan). Soal jam kerja (berlebihan), mohon konfirmasi ke pihak prodi (Undip),” jelas Adit, Kamis.
Penolakan
Dengan adanya pemberitaan di atas, mereka tidak ingin mendorong siapapun untuk melakukan hal tersebut.
Bunuh diri bisa terjadi ketika seseorang mengalami depresi dan tidak ada orang yang dapat membantu.
Jika Anda mempunyai masalah yang sama, jangan menyerah dan putuskan untuk mengakhiri hidup.
Anda tidak sendirian, layanan konseling dapat membantu mengurangi kecemasan Anda.
Berbagai saluran tersedia bagi pembaca untuk menghindari praktik ini.
Pembaca dapat menghubungi hotline kesehatan mental Departemen Kesehatan (021-500-454) atau LSM Don’t Suicide (021 9696 9293) atau email Don’t Kill [email protected].
Sebagian artikelnya telah tayang di TribuJateng.com dengan judul Catatan Harian Dokter Olya, Mahasiswa Anestesiologi PPDS Indip yang Meninggal di Sebuah Wisma di Semarang dan Saat Ini Sedang Diperiksa Polisi.
(Tribunnews.com/Rifqah) (TribunJateng,com/Muslimah)