Polemik Kepemimpinan Kadin Dapat Menghambat Investasi

Laporan jurnalis Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dualisme kepemimpinan di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia diyakini akan mempengaruhi iklim investasi di Tanah Air.

Investor asing akan memilih menjauh sampai masalah ini terselesaikan.

Beberapa ekonom menyesalkan situasi ini dan berharap hal ini akan segera teratasi.

Perebutan kekuasaan antara Kadin terpilih yakni Arsjad Rasjid dan Kadin Anindya Bakrie versi Munaslub akan merugikan semua pihak.

Terutama presiden baru, Prabowo Subianto, yang membutuhkan dukungan investasi untuk membawa pertumbuhan ekonomi.  

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS), Fajar Himawan.

Menurut dia, kontroversi kepemimpinan di tubuh Kadin akan berdampak langsung pada aktivitas investasi asing.

Namun mereka membutuhkan kepastian agar tidak salah dalam berbisnis.

Hal serupa diungkapkan Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah. 

Menurut dia, dualisme tersebut tidak boleh bertahan lama. Yang penting pemerintah bertindak cepat dan tidak memihak. 

“Apapun keputusan pemerintah, Kadin pasti akan kembali solid. Sebab pada umumnya pengusaha lebih memilih sikap pragmatis,” kata Piter kepada wartawan, Kamis (19/9/2024).

Piter menjelaskan, hingga saat ini Kadin kerap dijadikan kendaraan politik oleh para pengusaha yang tergabung. Mereka juga bergabung dengan asosiasi lain di luar Kadin.

Kontroversi kepengurusan Kadin belakangan ini tak lepas dari kepentingan politik yang melibatkan organisasi dunia usaha.

Investor selalu menilai posisi Kadin sebagai jendela dan jembatan antara dunia usaha dengan pedagang dan pemerintah. 

Oleh karena itu, kemampuan pemerintah untuk menyelesaikan kekacauan ini juga terancam. 

Jika terdeteksi adanya sikap yang terlalu memihak pada satu pihak, maka akan menjadi catatan buruk sebagai bentuk intervensi negara terhadap pengusaha.

Yang paling realistis adalah meminta semua pihak untuk berdiri atau keduanya mundur.

Artinya, di satu sisi, Anin tidak memaksakan kepengurusan Kadin versi Munaslub, sedangkan Arsjad tidak hanya memecat pengurus yang berbeda pilihan dan menghentikan proses hukum.

“Nah, kedua belah pihak kemudian bertemu untuk merencanakan percepatan Munas, atau dengan kata lain pengulangan Munas dengan melibatkan semua pihak. Mereka dipersilakan untuk berjuang membuktikan apakah benar yang diinginkan pemerintah daerah. perubahan karena Arsjad dipertimbangkan. melanggar AD/ART, atau merupakan tuntutan sepihak,” ujarnya.

Seperti diketahui, Kadin versi Munaslub mengaku didukung mayoritas pengurus daerah Kadin dan anggota luar biasa.

Sementara itu, kubu Arsjad juga menyatakan dukungan yang sama bahkan memperkenalkan Perdagangan dan Industri masing-masing daerah dalam beberapa konferensi pers.

Untuk menguji klaim versi Munaslub, Kadin melakukan penyelidikan terhadap pengurus daerah yang dikabarkan mendukung Anin. 

Selama proses ini berlangsung, Menara Kadin ditempati puluhan orang yang dipimpin Umar Kei.

Kehadiran mereka tidak hanya mengganggu tapi juga menakutkan. Tindakan sepihak ini menimbulkan reaksi balik dan terjadilah insiden.

Staf Khusus Ketua Kadin Indonesia Jenderal Arsjad Rasjid Arif Rahman melaporkan kasus dugaan pengeroyokan terhadap dirinya di Menara Kadin Polda Metro Jaya pada Rabu 18 September 2024.

Sementara itu, Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios) menjelaskan bahwa Kadin berperan sebagai jembatan yang menghubungkan calon investor dengan mitra lokal serta membantu investor dalam perizinan usaha dan insentif melalui interaksi dengan pemerintah.

Namun dengan dualisme tersebut, investor dan pengusaha bisa kebingungan dalam menentukan pihak mana yang harus menjadi mitra.

Hal ini berpotensi memperlambat masuknya investasi, terutama asing, karena ketidakpastian dalam mencari mitra lokal.

Lebih lanjut, Bhima menegaskan, dualisme yang terjadi pada masa transisi pemerintahan dari Joko Widodo (Jokowi) ke Prabowo Subianto berpotensi menurunkan reputasi Kadin di mata investor.

Kadin yang seharusnya menyuarakan aspirasi pengusaha justru terkesan lebih banyak terlibat dalam kepentingan politik, mencerminkan iklim usaha di Indonesia yang kurang kondusif dan membuat investor enggan menanamkan modalnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *