TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No. Di Tabung Perumahan Rakyat (Tapera) 21, para pekerja melakukan protes.
Sebab, Tepera akan memperpanjang masa pemotongan gaji bagi pekerja dan karyawan. Di sisi lain, PP 21/2024 juga mengatur kenaikan gaji komisaris Teparos.
PP 21/2024 mewajibkan pegawai menurunkan gaji sebesar 3 persen untuk iuran “tapera”. Rinciannya: 2,5% ditanggung oleh karyawan dan 0,5% diambil oleh perusahaan pemberi kerja.
Faktanya, saat ini ada 7 iuran dan pajak yang dipotong dari gaji karyawan. Pemotongan tersebut antara lain, namun tidak terbatas pada, PPH Pasal 21, biaya BPJS Kesehatan dan BP JAMSOTECH seperti Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Pengangguran, dan lain-lain.
Pengurus Yayasan Teperos akan mendapatkan gaji yang besar ketika karyawannya melakukan pemotongan gaji. Kompas.com memberitakan, Tapera sendiri dikendalikan oleh BP Tapera. Sebelumnya, lembaga ini bernama “Bapperterm” yang mengelola dana perumahan hanya untuk PNS.
Mengutip situs resminya, kepengurusan Teparos terdiri dari komite dan anggota komisi. Jabatan komite dijabat oleh sejumlah pejabat ex-officio kementerian seperti Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati atau Menteri PUPR Basuki Hadimulajono. Anggota Komite Tapera lainnya antara lain Menteri Tenaga Kerja Ida Fauzia, Komisioner OJK Frederica Vidyasari, dan sejumlah profesional.
Sedangkan pejabat senior lainnya dalam struktur organisasi BP Tapera adalah Komisaris dan Wakil Komisaris. Komisaris TEPERA saat ini adalah Heru Pudyo Nugroho yang merupakan pejabat eselon di Kementerian Keuangan.
Gaji Panitia BP Tapera diatur pada tahun 2023. Dalam Peraturan Presiden (Perpress) No. 9 Mengenai honorarium, insentif dan tunjangan lainnya dari Komite Teparos. Pada tahun 2023, Keputusan Presiden No. 9 Pasal 2 menyatakan bahwa Komite Teparos berhak menerima pengakuan, insentif, dan pembayaran tambahan lainnya atas peningkatan kinerja. Komisaris Tapera pun mendapat dorongan.
Pada Pasal 3, jumlah kehormatan tertinggi diberikan kepada Komite Profesional Tapera – 43,34 juta. Rp. Kemudian Pj Anggota Komite Tapera yang efektif menjabat menteri sebanyak 32,5 juta orang. Rp. Sedangkan menteri lain yang menjabat secara ex officio di BP Tapera berhak mendapat ₹29,25 juta. Royalti Rp per bulan.
Hanya jumlah tersebut yang dihitung sebagai honorarium. Artinya, panitia tetap menerima pendapatan dalam bentuk insentif, tunjangan, dan tunjangan lainnya.
Tunjangan yang diterima pengurus BP Tapera antara lain THR yaitu honorarium sekaligus, tunjangan transportasi, tunjangan asuransi dan tunjangan lainnya. Pasal 2 ayat 2 berbunyi, “Honorarium sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibayarkan setiap bulan.”
Pekerja menolak tapering
Ketua Partai Buruh itu mengatakan Iqbal bereaksi terhadap kebijakan pajak Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang akan dikenakan kepada pekerja dan pengusaha.
Menurut Iqbal, kebijakan premi Tapera saat ini tidak layak dilakukan. “Masalahnya, keadaan saat ini tidak memungkinkan pemerintah menjalankan program Tepros dengan menurunkan upah pekerja dan peserta Tepros.” “Karena menyulitkan pekerja dan masyarakat,” kata Saeed dalam keterangan resmi, Rabu (29 Mei).
Saeed mengatakan belum ada kejelasan mengenai program Tapros. Apalagi karena adanya kepastian karyawan dan peserta Tapera akan mendapatkan tempat tinggal setelah mengikuti program tersebut. Jika dipaksa melakukan hal tersebut dapat mengakibatkan kerugian bagi staf Tapera dan peserta.
Dikatakan pesimis dengan kecukupan dana yang dihimpun. Menurutnya, kecil kemungkinan retribusi sebesar 3% akan membantu pekerja membeli rumah.
Dia mengatakan rata-rata gaji pekerja Indonesia adalah Rs 35 lakh. Rp per bulan. Jika Anda menyisihkan 3% per bulan, pembayarannya kurang lebih Rp 105.000 per bulan atau Rp. 1.260.000 per tahun. Karena Tepera merupakan tabungan sosial, maka uang yang terkumpul dalam 10-20 tahun ke depan hanya berkisar antara Rp12.600.000 hingga Rp25.200.000.
“Pertanyaan besarnya adalah apakah harga rumah akan mencapai Rp 12,6 juta dalam 10 tahun ke depan, atau 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan.
“Bahkan setelah menambah keuntungan usaha dari tabungan sosial Teparos, karyawan tidak akan bisa menggunakan dana yang terkumpul untuk membeli rumah,” tegasnya.
Saeed juga mengkritisi minimnya peran pemerintah. Sebab, pemerintah tidak membayar pajak sama sekali, melainkan hanya memungut iuran dari masyarakat dan pekerja.
Hal ini menurutnya tidak adil karena keterjangkauan perumahan merupakan tanggung jawab negara dan hak rakyat. Sebaliknya, pekerja diminta membayar 2,5 persen dan pengusaha 0,5 persen.
Tampaknya program TAPERA terpaksa hanya menghimpun dana masyarakat, khususnya dana dari buruh, PNS, TNI/POLRI, dan masyarakat umum.
“Jangan sampai Taperos menjadi lahan korupsi baru seperti yang terjadi di Asbury dan Tapaspen,” kata Saeed. Ia menegaskan, “Partai Buruh dan KSPI menolak program Taperos yang ada saat ini karena merugikan buruh, PNS,” ini akan mempersulit kondisi perekonomian peserta TNI, Polari dan Tapros.”
Saeed membenarkan Partai Buruh dan KSPI tengah menyiapkan kampanye besar-besaran menyikapi program KRIS di bidang Tapros, Omnibus Law, UU Cipta Kerja, dan asuransi kesehatan yang membebani masyarakat (Kontanas/). kompascom)